Tubuhku dibungkus plastik. Berulang-ulang seperti gips. Hingga menyerupai mumi. Suaraku lenyap diredam sintetis. Butiran air menempel pada zat bening di atas bibir. Ketika yang ada hanyalah sepi, tinggal mata yang jadi saksi. Entah sejak kapan cakrawala membelah tengah langit. Menjadikannya sebatas garis tipis.
Saat waktu menyisakan gelap. Yang kutunggu tinggal suara debam.