Categories
adulting LIVING

Cobain Halodoc Konsultasi Dokter: 7 Menit Langsung Kelar 😂

TL;DR: Ngeluhnya tahunan. Tanya lewat Halodoc Konsultasi Dokter, dijawabnya lebih cepet dari pakai eyeliner.

Di mana-mana ya, yang namanya penyakit itu ngrepotin. Apalagi kalau udah umur 25 tahun ke atas. Serius deh. Pilek sama batuk aja rasanya udah jadi cobaan berat pas hari kerja.

Semakin tambah umurnya, semakin badan sensitif sama sakit. Nah, masalahnya…. Semakin banyak orang ngerasain hal yang sama, justru bikin kamu menganggap sakit itu wajar. Terus bodo amat. Terus males cari obatnya.

Iya nggak sih? 

Boro-boro sakit yang kaya pegel-pegel, jerawatan, atau alergi. Nah, kalau masalahnya ternyata sesimpel ketombean? 


Iya, nggak salah baca. KETOMBE. K-E-T-O-M-B-E. 

Bukan aku sih yang ngalamin, tapi pacarku. Cuma ya gimana ya… Kalau pacaran dah lama dan hampir separonya dipakai untuk ngeluh masalah ketombe. 

via GIPHY

Perkaranya nggak cuma denger ngeluh gatel dan bingung pilih shampoo aja. Tapi juga tahu separah apa kondisinya: ketombe gede-gede dan kulit lecet kena garuk. 

Plus, jadi orang yang dimintain tolong untuk kasih obat salep. Jadi kalau sampe tahunan nggak sembuh, apa iya nggak gemes?

Makanya, iseng aja lah aku ngajak dia buat tanya dokter lewat Halodoc. 

Sebenernya aku kepikiran kasih fotonya di sini. Tapi setelah dipikir geli juga njir. Agak aib. Kasian Mas Pacar dikenal karena ketombenya. Jadi, nanti Googling sendiri aja yak.

Apa itu Halodoc?

Halodoc adalah aplikasi kesehatan yang bantu kamu dapat layanan kesehatan secara profesional langsung dari smartphone

Awalnya, aku cuma ngeh kalau Halodoc itu bisa dipakai buat konsultasi online dan beli obat doang. Nggak tahunya, layanannya banyak juga:

  • Cari rumah sakit
  • Buat janji untuk periksa ke dokter
  • Layanan prioritas untuk antar obat
  • Pemeriksaan lab
  • Asuransi
  • Pengingat minum obat

Tahu fiturnya banyak, aku otomatis ketawa dong. 

Kenapa?

Karena dari kecil aku seriiiiing banget ngendon di rumah sakit, klinik, sampai pengobatan alternatif buat nungguin eyang berobat. Jadi, paham banget kalau proses berobat itu lamaaa dan melelahkan.

Coba aplikasi kesehatan kaya gini ada dari dulu. Kenangan masa kecilku nggak cuma soal bau Wipol sama alkohol. 😅

Anyway… Balik lagi ke masalah ketombe.

Bagaimana Cara Pakai Aplikasi Halodoc?

Singkat cerita, aku ngajakin pacar buat tanya dokter di Halodoc. Karena kami sama-sama males install aplikasi Halodoc, kami coba lewat website aja. 

Buka https://www.halodoc.com/. Terus langsung pilih opsi Tanya Dokter. 

Dari situ, kamu diminta buat pilih dokter yang tersedia. Bisa dokter umum atau dokter spesialis sesuai keluhan. 

Aku sendiri langsung nyasar bagian Spesialis Kulit dan pilih salah satu dokter yang lagi online. Ada keterangannya kok. Udah berapa lama praktik dan rating layanan tiap dokter.

Kalau udah pilih dokternya, kamu bakal disuruh untuk masukkin nomor telepon. Lewat nomor itu, kamu akan dikirimi kode OTP buat lanjutin konsultasi. 

Habis itu, kamu akan dapat rincian tagihan yang perlu dibayar. Nanti pembayaran bisa lewat Gopay, Halodoc Wallet, atau kartu kredit/debit. 

Kelar bayar, kamu langsung bisa chat sama dokter. Nah, untuk tiap sesi chat ini dibatasi waktu 30 menit.

Di chat room Halodoc konsultasi dokter ini, kamu juga bisa langsung cek resep digital yang dikasih. Kamu bisa unduh resepnya untuk kamu tebus sendiri.

Tapi kalau mager, kamu bisa juga tebus resep online. Entar obatnya langsung dianter ke tempatmu.

Pengalaman Coba Halodoc: Kaget, Kagum, Kecepetan 😂

Nah, ketika udah bisa chat… langsung lah pacar mengeluh di belakang, aku yang ngetik. 

Tahu apa yang terjadi?

Dalam waktu 2 menit udah ada diagnosis + ditawari dibuatkan resep.

via GIPHY

Menit selanjutnya ditanyai apakah ada alergi obat, riwayat penyakit (diabetes atau sakit lambung), dan obat yang mungkin sedang dikonsumsi.

Nggak sampai semenit, resep digitalnya udah keluar. 

“UDAH GITU DOANG? KOK CEPET BANGET SIH”

Tambah bingung lah kami berdua.

Karena percaya-nggak percaya, aku iseng Googling arti diagnosis yang dikasih dokternya.

Untungnya, langsung ada konten blog dari Halodoc yang nangkring di posisi top 3. Setelah dibaca-baca, yaaa… bener juga sih… gejalanya sama.

Karena keasikan baca itulah, 12 menit kemudian aku baru respons chat bilang… “Baik. Terima kasih banyak Dok.”

Sisanya… yaa diingetin buat kontrol setelah tiga hari. 

Terus…. Udah. Selesai. 

Nggak perlu jauh-jauh ke Gloskin Aesthetic Clinic Malang atau klinik kecantikan kulit lainnya…

Review Halodoc: Apa yang Disukai? Apa yang Nggak?

Jadi, ini pertama kalinya aku pakai aplikasi kesehatan semacam Halodoc. Meski bukan aku sendiri yang sakit, tapi user experience-nya tetep menarik sih. 

Apalagi aku punya beberapa pengalaman buruk dengan rumah sakit. 

Mulai dari salah diagnosis: dikira darah rendah padahal trauma kepala karena kecelakan. Terus ketahuan bermasalah baru seminggu setelahnya. Padahal perlu perawatan intensif. 

Pernah juga gagal klaim asuransi kantor. Karena informasi di mana asuransi itu bisa dipakai rancu. Padahal udah bela-belain ke rumah sakit yang jauh. 😑 

Intinya, boleh dibilang, aku punya trust issue sama layanan kesehatan.

Jadi adanya aplikasi kesehatan macam Halodoc ini bikin aku lega banget. 

Aku sukanya, proses dari daftar sampai konsultasi dokter itu cepet. Konsultasinya juga cepet banget. Terlalu cepat malah 😂

Selain itu fiturnya juga nyenengin. Kita dapat info diagnosis yang jelas dan resep digital. Kamu bahkan bisa langsung tebus resep dan obatnya bakal langsung dianter ke alamatmu.

Butuh checkup lagi? Bisa! Tinggal isi kartunya aja. Jadi, kamu nggak bakal kehilangan riwayat konsultasi.

Nah… Kalau nggak sukanya… Halodoc versi website fiturnya nggak lengkap. Buat konsultasi lanjutan, kamu perlu unduh aplikasinya. Nggak bisa gitu klik kartu follow up langsung dari website.

Buat aku yang hape jadul yang memorinya gampang penuh, ini malesin banget. Lagipula, harapannya kan cepet sembuh ya? Jadi kan harusnya nggak akan sering buka aplikasi Halodoc.

Saking terbatasnya fitur di website, aku nggak bisa ngasih feedback ke dokternya. Kan sayang…..

Halodoc Konsultasi Dokter: Yay or Nay?

Kalau kamu orangnya mager keluar rumah dan males ribet, Halodoc ini yess banget! Soalnya, semua-muanya cepet dan gampang.

Baca juga: 5 Alasan Kenapa Kerja dari Rumah itu Candu

Dihitung-hitung, biaya konsultasinya juga masih lebih murah daripada segelas kopi Starbucks. Kamu juga bakal dapat diskon untuk pemakaian selanjutnya. Nagih, kan? 

Kelebihan (+)Kekurangan (-)
Proses konsultasi jelas dan mudahFitur di website kurang lengkap
Biaya terjangkau
Ada blog berisi konten seputar kesehatan
Dapat diskon untuk transaksi selanjutnya

Karena gampang dan murah, kamu harusnya nggak usah kelamaan nunggu untuk periksa ke dokter. Nggak perlu lagi dag-dig-dug tiap Googling gejala penyakit karena nemunya pasti penyakit serem macam tumor atau kanker. 😂

Nah, saran aja sih buat kamu yang pertama kali tanya dokter di Halodoc. Pastikan dulu kamu sudah paham sama gejala penyakit yang kamu rasain. 

Kasih tahu dokter apa gejala fisik yang kamu alami. Entah itu demam, luka, benjolan, atau keluhan lainnya. Kasih tahu juga sudah sejak kapan kamu merasakan gangguan itu. Apakah terasa semakin parah atau sebaliknya?

Kadang-kadang, dokter juga memerlukan info yang lebih detail. Misalnya, apa kegiatan sehari-harimu, pola makan, pola tidur, dan gaya hidup. 

Karena dokter nggak bisa cek langsung kondisimu, jadi akurat atau nggak diagnosis dokter juga tergantung sama kamu.


Nah, segitu dulu cerita dariku. Kamu punya cerita unik ketika cobain fitur Halodoc konsultasi dokter? Cerita dong di kolom komentar! 

Categories
bite LIVING

Minum Kopi Sambil Menyelamatkan Hutan: Bagaimana Caranya?

Kopi hitam itu pahit. Kalau nggak, kenapa ada saja yang menambahkan sesendok gula atau lebih ke cangkirnya? Jadi ya, dari awal kenal istilah kopi, aku percaya kopi itu pahit.

Sampai suatu ketika, tepatnya ketika kerja sambilan semasa kuliah, aku dikenalkan dengan kopi oleh bossku. 

👨: Imas, ngopi ya?

👧: Eh…. Em…. 

👨: Udaah, coba dulu aja. Aku pesenin.

👧: Emm… Iya deh. Coba dulu, Mas…. 

👨: Oke.

(Pendek cerita, kopinya datang.)

👧: *nyeruput*

Baru sececap yang kurasakan, tapi sel-sel di kepala rasanya aktif seketika. Mirip ketika kamu menyalakan beberapa saklar lampu bersamaan ketika sore tiba.

Di lidah, rasa asam jeruk nipis mendominasi di awal. Disusul rasa gurih khas kacang tanah. Lalu, sekilas sengatan rasa pedas dan pahitnya rasa cokelat yang tertinggal di pangkal lidah.

Tiap kali diseruput, kombinasi rasanya berubah. Kadang masam jeruknya makin kuat. Kadang rasa kacangnya yang mendominasi. Di lain waktu, rasa pahit cokelat memenuhi rongga mulut.

Setelah obrolan yang cukup panjang dengan Pak Boss dan barista, aku baru tahu kalau sensasi rasa unik itulah yang dicari dan dinikmati para pecinta kopi. 

Konon, setiap jenis kopi memiliki keunikannya masing-masing. Tergantung di mana pohon kopi itu ditanam dan tanaman lain apa yang ada di sekitarnya.

Menariknya lagi, satu jenis kopi juga bisa diseduh dengan 19 cara yang berbeda. Tiap-tiap cara seduh bisa dimodifikasi untuk mengeluarkan rasa khas yang diinginkan. 

Dari situlah aku mulai menyukai kopi. Tiap cangkir kopi punya cerita dan sensasi yang menarik. Itu mengapa minum kopi adalah sebuah pengalaman yang selalu membuat rasa penasaranku tak ada habisnya.

Apalagi kopi punya banyak sekali manfaat untuk tubuh. Jadi, aku tambah punya alasan yang kuat untuk mengeksplor berbagai kopi dari Indonesia dan luar negeri. 

Seiring perjalanan cicip-cicip itulah, aku jadi semakin kenal kopi. Bukan cuma rasa dan manfaatnya saja. Tapi juga bagaimana perjalanan kopi dari masih di hutan, tumbuh, dipanen, diproses, sampai dengan tersaji di warung dan cafe.

Dari proses kenalan, aku sadar, ternyata segelas kopi yang kunikmati itu berhubungan erat dengan asalnya. Dengan kelestarian hutan di mana ia tumbuh. Begitu juga dengan kesejahteraan petani yang merawat pohon kopi.

3 Alasanku Menyukai Kopi

1. Punya rasa yang unik;
2. Punya banyak manfaat untuk tubuh;
3. Punya pengaruh langsung ke kelestarian lingkungan.

Sebagai negara dengan hasil kopi ekspor terbesar ke-4 di dunia, ada banyak hal menarik soal kopi yang belum umum diketahui. Makanya, di artikel ini, aku pengen membahas beberapa hal soal kopi yang perlu diketahui orang.

Terutama soal manfaat kopi untuk tubuh, hubungan kopi dengan lingkungan, dan kopi macam apa yang baiknya dikonsumsi untuk menyelamatkan lingkungan.

5+ Manfaat Minum Kopi, Kata Penelitian

Masih banyak orang menghindari kopi karena takut maag dan insomnia. Padahal, makanan dari hutan ini punya banyak manfaat. Di bawah ini adalah daftar 5+ manfaat kopi menurut penelitian.

1. Meningkatkan energi dan kerja otak

Kopi terkenal memiliki zat bernama kafein. Ketika dikonsumsi, zat ini akan meningkat hormon norepinefrin dan dopamin. Hasilnya, kamu akan merasa lebih bertenaga dan tak mudah capek.

Bukan cuma itu saja. Kafein juga membantu otak bekerja lebih aktif. Mood, ingatan, dan tingkat konsentrasi jadi jauh lebih baik.

2. Membantu meningkatkan performa fisik

Meminum kopi juga terbukti mempersiapkan stamina fisik. Kafein di dalam kopi membantu meningkatkan adrenalin yang mendukung aktivitas fisik yang berat. 

Kafein ini jugalah yang bertugas memecah lemak menjadi sumber tenaga. Jadi, kalau kamu mau berolahraga, “makanan” dari hutan ini bisa jadi doping bagus untuk tubuhmu.

3. Membantu diet

Kafein bisa memecah lemak jadi tenaga. Buat kamu yang sedang diet, ini sama artinya sambil menyelam minum air. Di satu sisi, kamu jadi lebih bertenaga ketika beraktivitas. Di sisi lain, lemak bandel di tubuh pada luntur.

Kandungan kafein di kopi juga bisa memperbaiki metabolisme tubuh. Semakin bagus metabolisme tubuhmu, semakin kecil kemungkinan kamu menimbun lemak. Ini artinya, kamu bisa sedikit rileks dan tak terlalu mengkhawatirkan berat badan ketika makan.

Baca juga: 15 Istilah Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Perlu Kamu Tahu

4. Mengurangi risiko penyakit berbahaya

Selain memperbaiki kondisi fisik dan mental, kopi juga terbukti mengurangi risiko penyakit berbahaya. Beberapa di antaranya adalah penyakit diabetes tipe-2, Alzheimer (demensia), Parkinson, sirosis, stroke, kanker hati, dan kanker usus besar.

5. Membantu melawan depresi dan risiko bunuh diri

Kopi membantu tubuh melepas hormon dopamin. Hormon dopamin inilah yang memicu perasaan bahagia. Jadi, kalau kamu minum kopi, risiko untuk terkena depresi jauh lebih kecil.

Omongan di atas bukan cuma asumsi lho. Sebuah penelitian selama 10 tahun mengungkap orang yang minum kafein dalam jumlah lebih banyak, punya risiko lebih kecil terkena depresi. 

Penelitian yang hampir mirip juga menemukan peminum kopi punya risiko 53% lebih kecil untuk melakukan bunuh diri.

6. Mengandung nutrisi dan antioksidan

Selain kafein, kopi ternyata mengandung nutrisi dan antioksidan yang baik untuk tubuh. Misalnya, vitamin B2, B3, B5, magnesium, dan potassium. Kandungan inilah yang membuatmu nggak gampang sakit.

Di negara-negara dengan konsumsi kopi yang tinggi, “makanan” dari hutan ini justru jadi sumber antioksidan nomer satu. Banyak orang justru mendapatkan antioksidan dari tanaman hutan ini dibandingkan dengan sayur atau buah lainnya.

Bagaimana? Ternyata banyak juga kan manfaat kopi? 

Setelah tahu banyak manfaat kopi untuk tubuh, saatnya kita bahas manfaat kopi untuk lingkungan sekitarnya. Secara, biji kopi terbaik akan tumbuh di lingkungan yang terawat. 

Jadi, kalau kita minum kopi dari sumber yang baik, tentu saja kita secara nggak langsung ikut melestarikan lingkungan. Kok bisa? Jawabannya ada di bawah.

Baca juga: 3 Rekomendasi Pasta Gigi Ramah Lingkungan

3 Alasan Kenapa Minum Kopi Ikut Menyelamatkan Hutan

Kopi bukanlah mobil atau minyak yang banyak dijual-belikan. Malahan, menurut data selama 2013-2017, kopi menempati posisi 500-an untuk produk yang banyak dijual-belikan secara global.

Meski posisinya tak tinggi, angka ekspor kopi masih di angka $30 miliar atau Rp410 triliun. Indonesia sebagai eksportir kopi terbesar ke-4, mendapatkan penghasilan setidaknya $1,3 miliar atau Rp17 triliun. Itu baru angka ekspor saja. Belum lagi penjualan dalam negeri.

Dengan angka penjualan sebegitu besarnya, kok rasanya nggak mungkin kalau nggak ada dampaknya ke lingkungan. Makanya, di sini aku pengen cerita apa hubungan kopi dengan kelestarian lingkungan.

1. Kopi itu barometer kelestarian lingkungan

Yup! Kamu nggak salah baca. Kopi itu adalah salah satu barometer kelestarian lingkungan. Soalnya, ketika pemanasan global terjadi, kopi adalah salah satu tanaman yang terdampak. 

Kenaikan suhu 2-2,5℃ dalam beberapa dekade ke depan, akan sangat berpengaruh ke produksi kopi Arabica. Menurut penelitian, pemanasan global tidak hanya akan mengurangi produksi kopi. Melainkan juga menurunkan kualitas kopi, meningkatkan risiko hama, dan penyakit tanaman.

Kalau sampai pemanasan global terjadi, Indonesia jelas akan merasakan pengaruhnya. Diprediksi lahan kopi Indonesia bisa menyusut sampai 37%.

2. Kopi berhubungan langsung dengan keanekaragaman hayati

Pohon kopi sangat mendukung keanekaragaman hayati di hutan. Asalkan, pohon kopi itu ditanam dengan metode agroforestri alias ditanam bersama pohon-pohon lain alias bukan perkebunan

Istilah komersilnya, shade-grown coffee. Bukan, sun-cultivated coffee.

Pohon kopi yang tumbuh liar di hutan memungkinkan banyak pohon yang lebih besar untuk menaunginya. Pohon-pohon besar inilah yang akan jadi habitat untuk burung, serangga, dan binatang hutan lainnya. 

Di saat yang sama, pohon-pohon ini jugalah yang menghindarkan hutan dari erosi dan kehilangan zat hara. Dengan kata lain, kalau kopimu dipanen dari hutan, kopimu jugalah yang mendukung hutan agar tetap alami.

Coba bandingkan dengan kopi dari perkebunan. Tempat tumbuhnya tak bisa dijadikan habitat hewan, risiko erosi lebih tinggi, pupuk kimia kerap dipakai, belum lagi risiko hama dan penyakit tanaman juga tinggi.

Baca juga: Hal-Hal Soal Gaya Hidup Minimalis yang Belum Banyak Dibahas

3. Pilih-pilih minum kopi justru mengurangi deforestasi

Produksi kopi di dunia meningkat 2% tiap tahun sejak 1989. Ucapkan terima kasih pada kemajuan teknologi dan sistem pertanian yang lebih efisien. 

Namun, tak bisa dipungkiri, peningkatan produksi juga disebabkan oleh deforestasi. Setidaknya 100.000 hektar hutan atau seluas 140.000 lapangan sepak bola dibuka untuk perkebunan kopi. 

Kalau saja kita lebih peduli pada asal biji kopi yang kita minum, kita bisa setidaknya mengurangi kemungkinan untuk meminum biji kopi dari perkebunan yang tidak ramah lingkungan.

Yak! Kopi yang kita minum sehari-hari ternyata mempengaruhi kelestarian lingkungan, kan? Kalau sudah begitu, tentu kamu perlu pilih-pilih ketika minum kopi. Jangan sampai kopi yang kamu minum malah memperburuk kondisi bumi.

Nah, pertanyaan selanjutnya: bagaimana caranya membedakan kopi yang eco-friendly dengan yang tidak? Jawabannya ada di bawah.

Bagaimana Memastikan Kopimu Ramah Lingkungan?

Ada banyaaaak sekali hal yang menentukan kopi itu ramah lingkungan atau tidak. Mulai dari di mana pohon itu ditanam, metode apa yang dipakai untuk mengolah biji kopi, cara seduh, sampai cara penyajian.

Dari sekian banyak hal itu, tentu sangat sulit menemukan satu jenis kopi yang betul-betul ramah lingkungan. Namun, setidaknya, kita berusaha untuk mencari jenis kopi yang paling tidak berdampak buruk ke lingkungan.

Ketika kamu ingin minum kopi, coba untuk sebisa mungkin lakukan hal-hal di bawah:

1. Hindari kemasan sekali pakai

Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk habiskan segelas kopi? Lima menit? Setengah jam? Atau malah lebih?

Selambat-lambatnya kamu minum kopi, berani taruhan, kamu takkan membiarkan kopimu lebih dari sehari. 

Namun, faktanya, 1 miliar gelas kopi sekali pakai dibuang. Kalau dikira-kira, jumlah ini sama dengan 60 ton sampah setahun. Setahun! 

Angka sebesar itu baru terjadi di Australia. Belum di tempat yang lain. Bayangkan berapa kira-kira sampah kemasan kopi yang ada di dunia.

Lagi, butuh 30 tahun supaya kemasan kopi terurai. Itu perkiraan paling cepat. Kalau kamu beli kopi dengan kemasan plastik, bisa jadi waktu terurainya lebih lama.

Jadi, tak usah ditanya lagi. Selalu hindari kemasan sekali pakai. Entah itu gelas plastik, gelas kertas, ataupun kemasan sekali pakai lainnya.

Sebagai gantinya, gunakan gelas, tumbler, atau tempat minum lainnya.

2. Buat kopimu sendiri di rumah

Cara lain agar kopimu ramah lingkungan adalah membuatnya sendiri di rumah. Dengan begini, kamu bisa mengurangi pemakaian kemasan sekali pakai dengan signifikan. Nggak perlu lagi gelas plastik atau gelas kertas, tinggal pakai gelas atau cangkirmu lucumu sendiri.

Bagusnya lagi, bikin kopi di rumah juga membuatmu nyetok kopi dalam ukuran lebih banyak. Hal ini juga sama-sama mengurangi pemakaian kemasan kopi yang berlebihan.

Kenapa begitu?

Katakanlah kamu beli kopi sebanyak 1kg. Kamu bisa pakai kemasan itu selama 1-2 bulan. Bandingkan saja kalau kamu beli kopi dengan kemasan ekonomis. Apalagi yang bentuknya sachet. Sudah berapa banyak kemasan yang dibuang, kan?

Nah, kalau kamu beneran mau beli kopi dalam jumlah yang banyak, ada satu tips penting buatmu. Pastikan untuk memilih kemasan kopi sebagai tempat menyimpan biji kopi dan kopi bubuk yang kedap udara. Kemasan macam ini akan membantu menjaga kualitas dan rasa kopimu dalam waktu yang lama.

3. Pilih biji kopi yang tepat

Secara garis besar, ada tiga metode pemrosesan biji kopi. Ketiganya, yaitu washed (cuci), natural (alami/dikeringkan), dan honey (campuran).

Kalau kamu menganggap “efisien energi” sebagai salah satu cara menentukan ramah lingkungan atau tidak, kamu perlu memperhatikan lebih jeli jenis biji kopi yang kamu pilih.

  • Washed ━ buah kopi dicuci bersih dan dipisahkan dari bijinya. Metode ini memerlukan banyak air tapi bisa menghasilkan rasa kopi yang khas. Tak heran kalau metode ini sering dipakai untuk menghasilkan kopi dengan skor 90+.
  • Natural ━ buah kopi dipisahkan dari bijinya dengan cara dikeringkan. Metode ini lebih hemat tenaga karena biasanya mengandalkan panas sinar matahari. Akan tetapi, rasa kopi yang dihasilkan kurang seragam.
  • Honeybuah kopi dicuci lebih dulu kemudian dikeringkan. Metode ini cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk dilakukan. Banyak petani kopi yang menggunakan metode ini untuk meningkatkan kualitas dan harga jual produknya.

Jika menurut standar “efisien energi”, kopi paling eco-friendly akan jatuh pada biji yang diproses secara natural.

Tapi tentu saja aturan ini tidak saklek. Toh, mulai banyak inisiatif untuk membuat proses washed lebih ramah lingkungan. Meski, pada kenyataannya, belum ada jumlah pasti berapa banyak kopi yang dihasilkan dengan cara itu.

Baca juga: 5+ Perempuan Berbagi Review Menstrual Cup

4. Pilih metode penyeduhan kopi yang efisien

Ketika hemat energi dimasukkan dalam hitung-hitungan ramah lingkungan, metode seduh jadi perlu kamu pikirkan. 

Logika sederhananya: semakin sedikit energi yang dipakai, semakin baik untuk lingkungan.

Kalau kamu sepakat dengan pikiran macam itu, bersiaplah untuk kembali ke metode seduh yang lebih sederhana. Misalnya, kopi tubruk, kopi filter, dan metode manual brewing lainnya.

Bandingkan dengan metode seduh dengan mesin, terutama mesin-mesin berkapasitas besar. Di mana butuh banyak tenaga hanya sekedar untuk memanaskan airnya saja.

Namun, lagi-lagi, jangan saklek menerapkan panduan ini. Sebab, tentu saja, ada beberapa pengecualian.

Metode seduh manual pun bisa saja kurang ramah lingkungan. Terutama kalau energi yang dipakai tidak efisien. Contohnya, air terlalu banyak terbuang, terlalu lama memasak air, serbuk kopi terbuang, dan sebagainya. 

Pengecualian lain, misalnya, kopi kapsul ternyata juga ramah lingkungan. Apalagi kopi kapsul yang dibuat dengan kemasan alumunium.

Alih-alih memakai rumus kaku untuk membedakan mana yang eco-friendly dan tidak, baiknya kamu memastikan kalau cara seduh kopimu tetap hemat energi.

5. Pilih kafe yang punya semangat “specialty”

Cara lain untuk memastikan kopimu eco-friendly, ialah minum di kedai yang punya semangat “specialty”. Kedai macam ini biasanya takkan sembarang menjual biji kopi. Dengan kata lain, kopi yang dijual pastinya berkualitas dan sumbernya pun jelas.

Jika memungkinkan, pilih biji kopi yang direct source. Artinya, kopi yang dimaksud dibeli langsung dari petani. Dengan begitu, petani mendapat harga jual yang lebih layak daripada metode penjualan lainnya.

Akan lebih bagus lagi, kalau kamu membeli kopi yang punya sertifikat. Sertifikat ini memudahkanmu untuk mengecek apakah benar kopi yang kamu minum betul-betul ramah lingkungan. Nanti, kamu akan menemukan penjelasan lebih lengkapnya.

Dengan seabrek nilai di atas, kedai kopi specialty jelas beda dengan kedai-kedai pada umumnya. Terutama kalau bicara kopi di gerai fast-food. Kopi di sana umumnya memakai kopi kualitas rendah. Praktis, dari mana sumber kopi dan bagaimana ia ditanam agak sulit untuk dilacak.

6. Beli kopi yang punya sertifikasi

Seperti yang sudah dibilang sebelumnya, membeli kopi tersertifikasi adalah cara termudah memastikan kopi yang ramah lingkungan. Berikut adalah macam-macam sertifikasi internasional untuk kopi:

Sertifikasi Kopi Indikator Sertifikasi
Rainforest Alliances
  • Konservasi keanekaragaman hayati
  • Kesejahteraan masyarakat sekitar
  • Konservasi sumber daya alam
  • Perencanaan dan sistem manajemen pertanian yang efektif
4CMemuat 27 prinsip yang menyangkut aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
FairtradeMemuat 10 prinsip yang fokus ke sisi kesejahteraan petani kopi dan masyarakat sekitarnya.
OrganicStandar sertifikasi yang memastikan produk tidak memakai pestisida, herbisida, maupun bahan kimia lainnya.
UTZStandar sertifikasi untuk manajemen pertanian, perlindungan lingkungan, kondisi kerja yang ramah dan aman, dan menghilangkan praktik kerja anak.

Kelima sertifikasi di atas akan memudahkan kamu memilih kopi eco-friendly. Namun, jangan serta merta terjebak pada label saja.

Sebab, pasti lebih banyak kopi yang tidak tersertifikasi daripada yang iya. Selain menilik label, ada baiknya untuk membeli kopi lokal dan direct source.

Intinya, pastikan kamu tahu sumber kopi yang kamu minum. Dengan begitu, kamu bisa memastikan sendiri apakah kopi tersebut termasuk ramah lingkungan atau tidak.

Minum Kopi Sambil Menyelamatkan Lingkungan, Kenapa Enggak?

Ada banyak hal yang terjadi di balik segelas kopi. Jadi, rasanya tidak berlebihan untuk bilang:

minum kopi = menyelamatkan lingkungan

Semakin banyak tahu tentang kopi, semakin kamu bisa memilih produk mana yang baik. Sebuah langkah kecil untuk ikut menyelamatkan lingkungan.

Tentu saja, langkah yang disebut di atas tidak cukup. Secara, ada banyak sekali pekerjaan rumah yang perlu dilakukan. Terutama oleh pemerintah dan pemain di industri kopi. 

Mulai dari memastikan regulasi yang mendukung petani, memastikan sistem harga yang transparan, mendorong sertifikasi kopi agar menguntungkan petani, dan sebagainya.

Namun, dari langkah kecil lah semua dimulai. Sambil semua pekerjaan besar itu dilakukan, kita sendirilah yang memulai kesadaran untuk mengonsumsi kopi ramah lingkungan.

Categories
LIVING

15 Istilah Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Perlu Kamu Tahu

Organic. Natural. Vegan. No Animal Testing. Paraben Free. Pernah nggak nemu istilah-istilah gaya hidup ramah lingkungan macam itu?

Istilah di atas biasanya ditemukan di banyak produk perawatan tubuh dan kosmetik. Tujuannya, supaya kamu bisa membedakan produk eco-friendly dan produk konvensional dengan mudah.

Cuma sayangnya, ada banyak sekali istilah untuk produk ramah lingkungan. Saking banyaknya, mungkin kamu mungkin saja lupa atau malah tak tahu betul apa maksudnya istilah-istilah itu.

Tapi tenang, artikel ini akan membantumu memahami semua istilah dan label yang sering digunakan di produk ramah lingkungan. Tak cuma itu, kamu juga bisa cari tahu kenapa label itu penting.  

Siapa tahu setelah memahami istilah dan labelnya, kamu jadi tertarik untuk mengikuti gaya hidup ini?

15 Label Produk Gaya Hidup Ramah Lingkungan

Ada banyak istilah soal gaya hidup ramah lingkungan. Supaya lebih mudah, istilah-istilah di bawah ini akan dibagi ke dua kelompok. Pertama, istilah soal komposisi atau bahan baku produk (nomor 1-10). Lalu, kedua, istilah tentang praktik bisnis itu sendiri (nomor 11-15).

1. Cruelty Free / No Animal Testing

Cruelty Free atau No Animal Testing adalah sebutan untuk produk, termasuk bahan-bahannya, yang tidak dites pada hewan.

Uji coba ke hewan banyak sekali dilakukan oleh produsen. Alasannya, untuk memastikan produk yang dirilis sudah memenuhi standar keamanan. Sayangnya, uji coba semacam ini sengaja menyiksa hewan dan membuatnya mati sia-sia.

Misalnya, untuk uji coba botoks dan sejumlah vaksin. Tikus-tikus disuntik dengan bahan kimia dalam berbagai dosis. Tikus sengaja disuntik hingga dosis tertentu membuat si tikus mati. Dosis tertinggi inilah yang akan menunjukkan potensi produk menyebabkan keracunan dan efek berbahaya lainnya.

Padahal, ada banyak alternatif untuk mengetes keamanan produk. Seperti in vitro atau pembuatan model di komputer. Di samping itu, uji pada hewan juga tak menjamin keamanan produk. Masih ada risiko uji coba tersebut eror akibat perbedaan dosis dan hal teknis lainnya.

Sayangnya, istilah cruelty free dan no animal testing masih sangat luwes digunakan. Kedua istilah ini tidak memiliki definisi hukum yang jelas. Hingga keduanya sering kali dipakai sebagai gimmick marketing.

Produsen mengaku mereka tidak melakukan uji hewan pada produknya. Memang, produk akhir yang dijual tidak diuji coba pada hewan. Tapi kenyataannya, bahan baku untuk membuat produk masih dites dengan hewan.

Leaping Bunny

Untuk tahu apakah sebuah produk benar-benar cruelty free, coba cek apakah produk memiliki logo Leaping Bunny. Logo ini menunjukkan bahwa produk telah lolos sertifikasi dan bebas dari uji hewan.

2. Natural

Produk natural adalah produk yang tidak mengandung bahan tambahan sintetis apapun. Termasuk zat pewarna atau pewangi.

Label ini hanya mengatur bahan dari produk. Proses pembuatannya sendiri masih bisa melibatkan proses yang tidak natural, seperti penggunaan pestisida.

Sekilas label ini sangat mirip dengan organic. Hanya saja label natural belum secara resmi diatur oleh hukum dan Food and Drug Administration (FDA). Karenanya, kita perlu sedikit lebih waspada ketika menemukan label natural di sebuah produk.

Teliti komposisinya dan cari tahu apakah betul produk itu benar-benar natural. Sebab bisa jadi, label natural cuma jadi embel-embel jualan saja. Tidak mencerminkan praktik gaya hidup ramah lingkungan.

3. Organic

Produk disebut organik ketika tidak menggunakan pestisida, herbisida, pupuk kimia, dan tidak mengalami rekayasa genetis. Bahan-bahan organik membantu mengurangi polusi tanah dan air akibat pestisida dan pupuk kimia.

Untuk pertanian organik, ada standar ketat yang diterapkan untuk menjaga lahan dari kontaminasi komponen non-organik. Sedangkan untuk peternakan organik, hewan ternak perlu diberi makan dengan produk-produk organik. Selain itu, hewan juga perlu diumbar di tanah lapang.

Di Indonesia, produk yang mengklaim organik perlu disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Organik yang diakui Komite Akreditasi Nasional.

Tapi, apa sih bahayanya bahan kimia ini?

Paparan bahan kimia ke tubuh jelaslah berbahaya. Hal ini berdampak ke syaraf, meningkatkan risiko kanker, dan menurunkan kesuburan. Seramnya, paparan pestisida dan pupuk kimia bahkan bisa terjadi dari dalam kandungan ibunya.

Baca juga: 3 Rekomendasi Pasta Gigi Ramah Lingkungan

4. Palm Oil Free

Palm Oil Free adalah istilah untuk menyebut produk yang tidak mengandung minyak kelapa sawit dan turunannya.

Minyak kelapa sawit bertanggung jawab atas kerusakan alam di hutan tropis Indonesia. Setiap jamnya, ada 300 lahan seluas lapangan bola yang dialih fungsi ke kebun sawit.

Di tahun 2050, diperkirakan sebanyak 26 juta hektar akan dijadikan kebun sawit. Bayangkan dua kali luas Inggris dijadikan kebun sawit. Angka ini melonjak tajam dari 5,6 juta hektar di tahun 2005 dan 0,6 juta hektar di tahun 1985.

Masalahnya, deforestasi bukan satu-satunya dampak dari minyak sawit. “Pohon emas” ini juga mengancam ekosistem satwa yang dilindungi. Banyak orang utan yang disiksa, diburu, dan dijual ke pasar ilegal. Tak jarang, gajah mati keracunan akibat pupuk dan pestisida. Belum lagi kualitas air yang tak layak konsumsi dan asap akibat pembukaan lahan.

Dari sisi sosial perkebunan sawit mengakibatkan adanya konflik lahan, pencemaran air, praktik kerja eksploitatif (upah rendah, jam kerja tinggi, angka kecelakaan dan keracunan saat bekerja, buruh anak), angka putus sekolah, dan sebagainya.

Meski dampaknya masif, sawit masih banyak di sekitar kita. Lebih dari 50 persen produk yang kita gunakan sehari-hari mengandung sawit. Mulai dari selai coklat kacang, sabun cuci, sampo, sabun, kosmetik, dan lilin.

Tak semua produk tersebut dengan gamblang menyebutkan sawit yang terkandung di dalamnya. Alih-alih mereka menyamar dalam berbagai nama.

Untuk menjembatani kekhawatiran soal sumber minyak sawit yang tak bertanggung jawab, sebuah sertifikasi global diterapkan. Namanya Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO).

Sayangnya, RSPO pun tak cukup berbuat banyak. Sertifikasi ini hanya mengatur soal prinsip-prinsip umum. Bahkan definisi hutan lindung yang tak boleh dibuka pun masih simpang siur. RSPO juga tidak bisa diandalkan, mengingat perusahaan-perusahaan yang diboikot Greenpeace juga memiliki label RSPO.

Maka dari itu, solusi terbaik adalah sebisa mungkin menghindari minyak sawit.

5. Paraben Free

Paraben Free merupakan sebutan untuk produk yang tak menggunakan pengawet bernama paraben.

Paraben adalah jenis pengawet yang pertama digunakan tahun 1950-an. Paraben banyak digunakan untuk menghindarkan produk body care seperti sampo, kosmetik, lotion, dan bahkan makanan dari bakteri dan jamur.

Dalam jumlah besar, paraben disebut-sebut bisa meniru fungsi estrogen. Hormon ini jika diproduksi secara berlebihan bisa memicu kanker payudara.

Namun, tak banyak pihak berani menghubungkan paraben dan kanker payudara. Hubungan keduanya masih terus diteliti dan hasil akhirnya belum jelas. Barangkali karena paraben merupakan pengawet yang murah dan terlanjur banyak digunakan. Melarang penggunaannya berarti memaksa produsen menggunakan pengawet yang bisa jadi lebih mahal.

6. Phthalate Free

Phthalate Free adalah nama untuk produk yang tidak menggunakan phthalate.

Phthalate (baca: faleit) merupakan senyawa yang umumnya ditemukan di barang-barang berbahan plastik seperti pipa PVC, vinyl, kotak makanan, hingga mainan plastik. Dalam konsentrasi lebih rendah, phthalate juga dipakai di kuteks, hairspray, dan produk kecantikan lainnya.

Berbagai riset menunjukkan dampak buruk phthalate ke tubuh manusia. Colombia University menemukan jabang bayi yang terekspos phthalate di rahim memiliki kemungkinan 70 persen terkena asma di usia 5-12 tahun.

Selain itu, phthalate juga berhubungan dengan ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder), kanker payudara, diabetes tipe dua, IQ rendah, autisme, dan gangguan alat reproduksi, serta masalah kesuburan pada pria.

Karenanya, Uni Eropa melarang segala produk mengandung phthalate untuk dijual di wilayahnya. Sayangnya, kebijakan yang sama tidak diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan yang sama sangat sulit diterapkan di sana. Bahkan, FDA ragu-ragu (atau lebih tepatnya membantah) hubungan antara phthalate dan sejumlah dampaknya terhadap tubuh manusia.

Di Indonesia sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan peraturan soal phthalate. Beberapa jenis pemlastis berbahan phthalate dilarang. Akan tetapi ada juga beberapa jenis yang diperbolehkan. Meski anjurannya sudah dikeluarkan, hukuman untuk produsen yang melanggar masih tidak jelas.

Baca juga: Evete Naturals Calming Green Tea Body Butter, Review

7. Reef Safe

Reef Safe adalah sebuah tanda bahwa produk yang dipakai tidak mengandung bahan berbahaya bagi terumbu karang, seperti Benzophenone-3 (BP-3) atau oxybenzone.

Oxybenzone merupakan bahan untuk menangkal radiasi sinar ultraviolet (UV). Sebanyak lebih dari 3500 merk tabir surya mengandung bahan ini. Selain itu juga ada produk lipstik, maskara, dan sampo yang mengandung oxybenzone.

Banyak penelitian membuktikan kandungan oxybenzone dapat mencemari lautan. Setetes oxybenzone bisa merusak kandungan air pada 6,5 kali kolam renang standar Olympic (50 m x 25 m x 2 m). Perumpamaan lain, setetes oxybenzone bisa merusak terumbu karang seluas 3,25 lapangan bola standar internasional.

Selain oxybenzone, ada beberapa bahan lain yang sangat berbahaya untuk terumbu karang. Beberapa di antaranya adalah paraben, triclosan, ethanol, formalin, dan banyak lainnya.

8. Sulfate Free

Sulfate Free adalah label untuk produk yang tidak mengandung sulfate.

Sulfate merupakan detergen yang umumnya ada di produk pembersih seperti sampo dan sabun. Dua macam sulfate yang paling sering digunakan adalah Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Sodium Laureth Sulfate (SLES).

Kedua bahan ini terkenal mampu membersihkan minyak dan kotoran dengan tuntas. Akan tetapi, efek sampingnya sangat terasa bagi sebagian orang. Sulfate bisa membuat rambut dan kulit semakin kering, memudarkan warna rambut yang dicat, dan bahkan membuat kulit iritasi.

Untungnya, bagi lingkungan, sulfate tidak memiliki efek merusak. Detergen satu ini 100 persen merupakan bahan yang bisa didaur ulang dan aman untuk lingkungan. Jadi, terserah kamu ingin beralih ke produk macam ini atau tidak. Namun bagi yang berkulit sensitif, disarankan untuk menggunakan produk sulfate free.

9. Silicone Free

Seperti namanya, silicone free adalah produk yang tidak berbahan silicone.

Silicone umumnya terdapat di conditioner, lotion, dan produk pelembut lainnya. Bahan ini membuat rambut dan kulit terlihat mengkilap dan sehat. Akan tetapi, tampilan ini cuma kosmetik saja alias fake alias palsu.

Sebenarnya, silicone ini memiliki sifat macam plastik atau minyak. Ia tidak menyerap air sehingga permukaan yang dikenainya terlihat berkilau. Tapi, efeknya hanya sementara.

Pada rambut, silicone bisa menutup dari air, debu, nutrisi, dan minyak alami dari kulit kepala. Jika dibiarkan lama, akan terjadi penumpukan debu dan kotoran. Lama-lama rambut akan menjadi lepek dan kotor.

Untuk membersihkannya, kamu perlu sampo dengan bahan SLS atau SLES. Dengan begitu, sebenarnya kamu hanya mengulang siklus membersihkan dan mengotori rambutmu.

Baca juga: Review Favorinse, Sabun Artisan yang Peduli Lingkungan

10. Vegetarian & Vegan

Vegetarian adalah predikat untuk produk yang tidak mengandung hewan tetapi mungkin mengandung produk dari hewan. Produk vegetarian masih bisa mengandung madu, telur, susu, beeswax, dan lainnya.

Produk vegan, di sisi lain, tidak mengandung hewan maupun produk turunannya. Untuk memastikan produk vegan yang kamu pakai benar-benar tak mengandung hewan dan produk turunannya, kamu bisa cek berbagai macam nama produk turunan hewan di sini.


11. Artisan

Artisan adalah sebutan untuk produk yang dibuat oleh produsen yang ahli, dibuat dalam jumlah yang terbatas, dari bahan-bahan yang terjamin asalnya, dan (kalau bisa) berasal dari budaya tertentu atau bersifat turun-temurun. Beberapa contoh produk artisan adalah keramik, tekstil, perhiasan, dan makanan khas daerah.

Selama kamu bisa ngobrol dengan produsen dan ia bisa memastikan dari mana asal bahan-bahan yang dipakai untuk membuat produknya ─ bisa dipastikan itu produk artisan. Tapi kalau obrolan tentang asal produknya justru membuat percakapan jadi awkward ─ bayangkan bertanya pada karyawan restoran cepat saji apakah produknya artisan ─ sudah pasti jawabannya bukan.

12. Eco-Packaging / Sustainable Packaging

Produk yang ramah lingkungan pastinya menggunakan kemasan yang sama ramahnya. Dalam istilah bahasa Inggris ini disebut eco-packaging atau sustainable packaging.

Jenis kemasan seperti ini tidak mengotori lingkungan, bisa terurai, atau memenuhi prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Beberapa contoh kemasan yang ramah lingkungan adalah kardus, kantong kertas, gelas dan botol kaca, serta aluminium.

Alternatif kemasan eco-packaging sangatlah penting. Apalagi dengan berkembangnya bisnis online dan jasa pengiriman barang. Di mana kemasan plastik dan bubble wrap hanya dipakai sekali dan kemudian menjadi sampah.

Di Amerika Serikat sendiri, tercatat sebanyak 77.920.000 ton sampah kemasan dihasilkan di tahun 2015. Bayangkan berapa banyak sampah kemasan yang dihasilkan secara global. Hi…. Ngeri!

Baca juga: 5+ Perempuan Berbagi Review Menstrual Cup

13. Empowering

Bisnis yang baik umumnya ikut memberdayakan pekerjanya dan memiliki dampak sosial. Jadi, keuntungan berupa uang bukan satu-satunya yang ingin dicapai. Justru keuntungan jangka panjang seperti peningkatan skill dan kapasitas, serta kesejahteraan komunitas lah yang perlu dikejar.

Praktik bisnis yang empowering memiliki banyak bentuk. Misalnya, dengan mempekerjakan orang-orang rentan seperti perempuan, warga usia lanjut, disabilitas, imigran, atau dari kelompok masyarakat yang terpinggirkan.

Namun, pemberdayaan tidak hanya sampai pada memberi pekerjaan saja. Bisnis yang etis juga ikut memberikan upah yang layak, jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja, pelatihan dan keterampilan tambahan, juga mengangkat budaya dan kearifan lokal.

Sama halnya yang dilakukan oleh Sukkha Citta, sebuah brand fashion ramah lingkungan yang mempekerjakan banyak ibu-ibu dari berbagai desa di Indonesia. Tak hanya soal kerja dan uang saja, brand ini ikut melestarikan warisan budaya pembuatan kain dan berbagai corak daerah.

14. Ethical Sourcing / Fair Trade

Label fair trade menjamin bahwa sebuah bisnis dijalankan dengan adil dan tidak eksploitatif.

Predikat fair trade bisa disandang ketika bisnis melakukan direct trade atau penjualan langsung. Sistem ini berusaha mengurangi makelar atau tengkulak di antara produsen dengan pembeli. Dengan cara ini, produsen bisa mendapatkan pendapatan lebih banyak karena tak harus berbagi hasil dengan pihak-pihak perantara.

Selain itu, ada 10 prinsip lain yang diberlakukan oleh World Fair Trade Organization (WFTO). Lima prinsip yang pertama antara lain, (1) menciptakan kesempatan untuk produsen dengan kekuatan ekonomi lemah; (2) transparan dan bisa dipertanggungjawabkan; (3) melakukan praktik dagang sesuai fair trade; (4) membayar dengan harga yang adil dan sesuai; (5) memastikan bisnis yang dijalankan tidak memakai buruh anak atau buruh paksa.

Prinsip-prinsip selanjutnya termasuk, (6) berkomitmen terhadap kebijakan anti-diskriminasi, kesetaraan gender, pemberdayaan ekonomi perempuan, dan kebebasan berserikat serta berkumpul; (7) memastikan kelayakan dan keamanan tempat kerja; (8) melakukan peningkatan kapasitas dan skill untuk penyedia bahan baku/produsen; (9) mempromosikan dan mengajak komunitas dengan kemampuan ekonomi kurang untuk menjalankan fair trade; dan terakhir (10) menjalankan bisnis dengan memikirkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

Supaya bisa disebut fair trade, sebuah perusahaan perlu memiliki sertifikat fair trade. Untuk mendapatkannya, perusahaan itu perlu mendaftarkan diri ke WFTO. Dari situ, lembaga sertifikasi ini akan menilai laporan perusahaan, mengaudit, melakukan kunjungan, dan terus mengevaluasi kinerja perusahaan.

Jika perusahaan melakukan kecurangan, siapa saja bisa melaporkannya ke WFTO. Lantas, lembaga ini akan melakukan investigasi dan memutuskan apakah perusahaan masih layak menyandang gelar fair trade.

15. Eco-Friendly Waste Management

Eco-friendly waste management adalah sebutan untuk praktik pengolahan sampah dan limbah yang memperhatikan kelestarian lingkungan.

Praktik bisnis ramah lingkungan tak berhenti ketika produk sampai ke tangan pembeli. Malah, praktik bisnis yang etis juga memikirkan bagaimana sampah bisa dikelola dengan baik. Dengan begitu, sampah yang dihasilkan tidak akan merugikan lingkungan dan makhluk hidup yang menghuninya.

Di Indonesia, semangat manajemen sampah yang ramah lingkungan diwujudkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Terutama di pasal 15 yang berbunyi, “Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.”

Dalam skala mikro, pengelolaan sampah bisa dilakukan oleh Bank Sampah di berbagai daerah. Bank Sampah bisa mengelola sampah untuk diubah menjadi tas, dekorasi, dan barang-barang dengan nilai ekonomi.

Praktik serupa dipakai perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Mereka mengirimkan sampahnya ke pihak ketiga untuk dilebur dan diolah kembali menjadi sapu, ember, dan barang lainnya.

Di skala yang lebih kecil lagi, ada juga masyarakat yang mengolahnya menjadi pupuk dan biogas.

Baca juga: Hal-Hal Soal Gaya Hidup Minimalis yang Belum Banyak Dibahas

Kesimpulan

Ternyata banyak juga ya istilah tentang gaya hidup ramah lingkungan? Meski banyak dan penjelasannya cukup panjang, jangan sampai bikin kamu minder untuk ikut mempraktikkan gaya hidup ini ya~

Tak perlu mengubah gaya hidupmu secara drastis. Apalagi sampai membuang semua produk yang dipakai dan menggantinya dengan yang eco-friendly. Minimal, kamu tahu, paham, dan lebih berhati-hati ketika membeli sebuah produk. Baru setelah itu, lakukan perubahan satu per satu dari hal yang terdekat.

Contohnya, kamu bisa mengurangi penggunaan minyak sawit dengan mengganti minyak goreng di rumah dengan minyak kelapa, minyak zaitun (olive oil), atau minyak biji bunga matahari. Kalau masih dirasa mahal, kamu juga bisa kok mengurangi memasak masakan yang digoreng atau menggunakan sedikit mungkin minyak.

Setelah itu kamu bisa perlahan-lahan mengganti sayur dengan sayur organik. Bisa juga membeli produk-produk dari produsen lokal. Gaya hidup ramah lingkungan itu mudah kok. Nggak perlu dibikin ribet.

Kira-kira ada lagi nggak istilah gaya hidup ramah lingkungan yang belum dibahas. Kalau kamu punya istilah yang ingin ditanyakan atau ingin menambahkan istilah yang kamu temui, kasih komentar lewat kolom di bawah ini ya 🙂


Artikel ini pertama kali dipublikasikan pada 21 April 2019. Kembali diperbarui pada 19 Januari 2020.

Categories
beau LIVING

5+ Perempuan Berbagi Review Menstrual Cup

“Kamu pakai menstrual cup? Gimana rasanya? Sakit nggak?”

Itu pertanyaan yang selalu muncul ketika aku ngaku pakai mens cup. 

Banyak perempuan mulai beralih dari pembalut ke menstrual cup. Jumlahnya tak bisa direkam dalam angka, sih. Tapi, kamu pastinya merasa. Sosmed, blog, dan website mulai memberi ruang review dan bahasan seputar menstrual cup.

Di antara semua konten itu, cara pakai dan testimoni singkat jadi bahasan utama. Masih jarang konten yang memasukkan cerita-cerita personal menggunakan menstrual cup. Padahal kan, cerita macam ini sangat penting.

Apalagi memasukkan “benda asing” ke dalam vagina masih jadi hal tabu dan aneh di Indonesia. Maka tak heran kalau menstrual cup jadi opsi yang tak pernah terpikirkan bagi banyak sekali perempuan. 

Makanya, artikel ini ingin memuat berbagai pengalamanku dan teman-teman ketika memakai menstrual cup. Siapa tahu kamu butuh diyakinkan sebelum mantap beralih ke mens cup. Ya, kan?

Jadi, langsung aja kita lanjut ke bagian review menstrual cup.

Apa itu Menstrual Cup?

Menstrual cup adalah corong penadah darah menstruasi yang terbuat dari silikon medis. Bentuknya persis seperti lonceng terbalik dengan pegangan (stem) di bagian bawah.

Berbeda dari tampon atau pembalut sekali pakai, menstrual cup diciptakan untuk dipakai berulang-ulang. Dengan perawatan yang tepat, corong ini bisa bertahan hingga 10 tahun.

Cara pemakaian mens cup hampir sama dengan tampon, yaitu dengan dimasukkan ke dalam vagina. Karena bentuk mens cup itu agak “besar”, tentunya ada cara khusus yang dipakai biar ia bisa masuk ke vagina.

Ilustrasi diambil dari The Pistachio Project.

Caranya tak lain adalah melipatnya lebih dulu. Sebetulnya, ada banyak banget metode melipat menstrual cup yang bisa dicoba. Tapi setidaknya enam cara di atas lah yang paling umum dilakukan.

Review Menstrual Cup dari 5+ Perempuan

Apa itu menstrual cup dan bagaimana cara pakainya? Kedua hal itu sudah sering sekali dibahas di mana-mana. Kini gilirannya kita cari tahu review menstrual cup dan pengalaman sesama perempuan yang udah pernah nyobain pakai menscup.

Imas, 24 tahun

Walaupun udah riset dan ngerti caranya pakai, tetep aja kaget pas megang menstrual cup-nya langsung. Ternyata bahannya tebel banget! Jujur, sempat agak takut sih pas masukin.

Cuma kan, kata banyak review menstrual cup, harus rileks ketika pakai. Jadi ya… Kucoba untuk rileks dan ternyata ga seseram yang dibayangkan kok. Asalkan ga overthinking, gampang masukinnya.

Menurutku bagian yang menantang bukan soal masukin menstrual cup, tapi memastikan menstrual cup kepasang sempurna. Soalnya ketika nggak pas, bakalan nggak nyaman banget. Rasanya kaya ada yang ngganjel dan kerasa agak keram. Pokoknya aneh banget lah. 

Kalau nggak pas, bisa rembes juga. Walaupun cuma kaya tetesan atau spotting gitu, ga selebay kalau bocor pakai pembalut, tetep aja kan sebel dan was-was.

Setelah beberapa kali pakai, aku notice kalau pasang sambil jongkok malah rawan nggak pas. Jadi, aku pakainya sambil berdiri terus satu kaki memijak ke tempat yang lebih tinggi. Be it bak kamar mandi atau toilet. 

Buat memastikan udah pas pakainya, aku raba bagian bawah cup. Semisal nggak lekukan berarti dah oke. Terus kalau perlu, diputer-puter dan dipencet cupnya. Kalau udah kerasa kaya ada vakumnya gitu, berarti dah aman. Kalo ngerasa kaya ga pake apa-apa juga berarti juga dah bener.

Menariknya, setelah pakai menstrual cup, jadi bener-bener ngerti siklus mens. Kapan lagi deres-deresnya, kapan biasa aja, eh terus tahu-tahu selesai. Personally, siklusku cepet sih. Tiga hari selesai. Tapi proses untuk bener-bener bersih bisa sampai dua hari. Jadi totalnya, lima hari.

Setelah pake menscup, tiga hari dah bener-bener bersih. Muehehehe. 

Baca juga: Pengalaman Cobain Halodoc Buat Konsultasi Ketombe

Melinda, 22 tahun

Aku pakai mens cup setelah bereksperimen dengan banyak alternatif pembalut sekali pakai lainnya, termasuk pembalut kain. Karena jujur awalnya takut ━ selain takut sakit, aku juga takut kebersihan dari cup-nya sendiri nggak terjaga. 

Tapi ternyata, pakai pembalut kain juga gak higienis seperti yang dibayangkan. Gak juga menyelesaikan masalahku soal iritasi kulit. 

Akhirnya aku mengumpulkan teman-teman buat beli barengan. Pas pertama kali, rasanya excited. Aku sampai nunggu-nunggu waktu mens. Haha. Tapi pas kejadian hari pertama, ya, tetep aja kagok ━ padahal udah latihan pakai cup juga sebelum mens.

Pakai mens cup itu gak bisa sekali pakai langsung jago. Aku perlu tiga kali siklus buat sadar cara gimana yang paling pas buatku. Mulai dari cara lipat, cara memasukkan, dan cara mengeluarkan dan mengosongkannya. Itu pun gak selalu mulus, karena di siklus selanjutnya udah lupa lagi pakem-pakem yang diingat pas mens bulan sebelumnya. Jadinya ya meraba-raba lagi. ??

Aku termasuk yang punya siklus yang cukup panjang, 6-7 hari, dengan hari 1-3 banyak banget biasanya. Jadi di hari-hari awal itu, leaking itu sering banget. Tapi ya gak sampai yang bocor merembes kayak kalau pakai pad. Meskipun kadang risih karena harus salin, kurasa lebih mending daripada bocor kalau pakai pad biasa.

Overall, aku senang memakai mens cup. Hal yang paling kusuka adalah iritasiku jadi hilang. Hal lain yang kusuka adalah meskipun sedang mens, rasanya nggak kayak mens karena rasanya “bersih” (ga ada bau anyir darah, dsb). Aku juga lebih nyaman beraktivitas. Terutama untuk olahraga karena lebih bebas bergerak. Dan, mungkin ini feelingku aja, tapi sejak pakai mens cup, kram perutku jadi nggak sehebat dulu? Tapi aku ga mau jinx. Haha.

Baca juga: 3 Rekomendasi Pasta Gigi Ramah Lingkungan

Dhinta, 23 tahun

Aku belum pernah masukin apapun ke vagina. Tapi berniat mencoba menstrual cup karena pake pembalut itu gatel, lembab, pokoknya ga enak. 

Izin mama untuk pakai menstrual cup awalnya gak boleh. Lalu setelah diberi pengertian bahwa jika pun nanti hymen robek karena masukin cup, aku tetap memenuhi definisi perawan karena belom pernah penetrasi penis ke dalam vagina. Akhirnya mama mengizinkan.

Setelah dapet izin, akhirnya aku mencoba. Sebelum masukin cup, aku masukin jari karena belum pernah megang yang di dalem sama sekali. Baru setelah itu memberanikan diri masukin cup. 

Hari pertama mencoba itu bisa sampe sejam gak masuk-masuk sampe keringetan. Mungkin karena gak biasa masukin sesuatu. Terus kupaksa-paksa. Di titik ini aku udah gak peduli hymen robek atau enggak yang penting masuk. 

Saking frustasinya dan makan waktu lama, hari ketiga dan keempat aku pakai pembalut biasa. Habis praktik memaksa masuk itu, mulut vaginaku berasa ga enak dikit. Mungkin lecet, ya? Pokoknya kerasa discomfort gitu lah. Mungkin gara-gara dipaksa, haha. 

Mens selanjutnya aku masih berusaha pakai menstrual cup. Masukin gak sampe 10 menit. Terus aku sadar yang salah waktu pertama kali coba itu arah dorongnya. Kurang diarahin ke bawah, jadi nabrak dan ga mau masuk. Kayaknya sih, kerasanya gitu hehe. 

Aku akhirnya tetep pakai menstrual karena kalo habis pipis gak bikin bocor. Semuanya tetep kering, nggak ada lah itu kerasa lembab nggak nyaman. Enak pokoknya. 

Cuma ga tau kenapa mens hari kedua tu deres banget. Tiga jam aja udah bocor. Apa suction-nya gak berhasil atau gimana, kayaknya sih berhasil-hasil aja karena sejam dua jam awal gak bocor, atau memang simply udah banyak karena pas dibuka itu udah 75% keisi, entahlah. Pokoknya kebanyakan gak sampe 12 jam karena darahku emang extraordinarily banyak. 

Meski gitu, aku akan tetep pakai menstrual cup. Soalnya walaupun bocor, bocornya lebih dikit. Oh, terus kalo pas numpahin darahnya itu satisfying banget hahaha.

Ajeng, 25 tahun

Sebetulnya sudah lama aku penasaran ingin mencoba pakai menstrual cup. Banyak orang-orang di sekitarku yang merekomendasikan. Aku semakin tertarik karena aku mudah iritasi kalau pakai pembalut, apalagi kalau mensnya lama. Sudah lama ingin coba mens cup, tapi belum berani karena takut masukinnya dan harganya agak lumayan. Sampai suatu hari akhirnya beli karena ada promo.

Percobaan pertama surprisingly lumayan berhasil. Tidak butuh waktu lama untuk mengenakannya, paling 10-15 menitan untuk adjusting. Padahal kukira aku akan butuh waktu 1 jam lebih untuk pemakaian pertama haha. Ternyata benar, pemakaian mens cup sangat mudah kalau kita rileks.

Aku mengamini beberapa teman yang bilang tantangan menggunakan mens cup sesungguhnya adalah saat memastikan mens cup terpasang sempurna. Kalau dia mengsle atau masih terlipat sedikit, resikonya adalah darah mens gampang merembes. 

Kalau masangnya juga nggak sesuai dengan bentuk vagina kita, rasanya juga sangat nggak nyaman. Mau duduk, mau jongkok, rasanya kayak ada yang mengganjal. Untuk menyiasati ini, saat siklus mens pertama aku menggunakan mens cup, aku tetap pakai pembalut. Harapannya sih ke depan sudah bisa paham bentuk organ sendiri dan pro masangnya, jadi nggak perlu pake pembalut dan pemakaiannya nyaman.

Bagian terbaik dalam mengenakan mens cup adalah, saat siklus mens lagi banyak-banyaknya, kita nggak perlu bolak balik ganti pembalut dan mencuci pembalutnya. Cukup sehari 3 kali aja mengosongkan mens cupnya lalu dipasang kembali. Praktis banget dan cepat. Namun yang aku masih suka lebay adalah menjaga higienitasnya sih.

Overall, aku merekomendasikan penggunaan mens cup ini untuk teman-temanku. Tentunya dengan mempertimbangkan kebutuhan masing-masing ya.

Baca juga: 15 Istilah Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Perlu Kamu Tahu

Lei, 28 tahun.

Pernah nggak sih, jijik sama darah mens? Aku pernah, dulu waktu pake pembalut sekali pakai. Setelah pake cup, sekarang nggak jijik sama sekali. Kenapa? Karena yg dulu bikin aku jijik adalah baunya.

Ada beberapa penyebab bau darah mens jadi lebih kuat, you can google that, dan salah satunya adalah darah mens yg berdiam lama di pembalut atau tampon.

Setelah pake cup, aku merasa bau itu berkurang. Walaupun mau nggak mau harus bersinggungan langsung sama darah (tangan belepotan darah mens itu biasa waktu nyopot cup), tapi baunya nggak setajam bau darah saat ganti pembalut dalam posisi pembalutnya udah penuh. Waktu tangan belepotan darah juga langsung bisa dicuci bersih.

Dengan akrab sama darah mens, aku jadi lebih mencermati kapan pas lagi banyak, kapan sedikitnya, lebih bisa mencermati warna darah mens atau apa saja yg kita keluarkan waktu mens. Aku pun jadi lebih menerima bahwa menstruasi adalah hal yang natural dan bagian dari hidup. Sebelumnya aku memang nggak pernah malu kalau lagi mens, dan pake cup itu bikin tambah bebas~! 

Nggak perlu panik kalau lupa bawa pembalut baru ke kamar mandi. Nggak ada suara keras buka plastik pembalut baru di toilet. Nggak pake celingukan cari kertas bekas atau kresek untuk buang pembalut. Nggak banyak-banyak bikin sampah tiap bulannya. Nggak ada bisik-bisik awkward nanya ke orang (well, temen, tapi bayangkan kalau kita lagi nggak sama temen) untuk ngeliatin bokong kita apakah darah mens tembus atau enggak.

Emang sih, harus bolak-balik ke toilet 2 jam sekali kalau lagi deras, but for me, it’s all worth it. Anggap saja melatih kedisiplinan hehehe.

Husna, 23 tahun

Awalnya nggak punya ekspektasi tinggi, cuma pengen nyoba karena mulai capek pakai pembalut biasa yang kadang bikin iritasi kulit dan keputihan. Ternyata efeknya kelihatan di pemakaian pas siklus mens kedua: keputihan berkurang dan jelas nggak iritasi kulit lagi.

Awalnya aku pikir akan susah pakainya, ternyata nggak juga. Pas pertama coba pakai, butuh sekitar 3-4 menit untuk masukin dan ngepasin posisinya di dalam vagina. Setelah beberapa kali, cuma butuh 1-2 menit dan, tadaaa, cup-ku masuk dalam posisi sempurna. 

Bisa dibilang lebih simpel juga karena dalam 24 jam cuma perlu dibersihin 2-3 kali, soalnya volume darah mens-ku nggak terlalu banyak. Daripada pakai pembalut biasa yang harus diganti tiap 3-4 jam (kalau pembalut dipakai kelamaan, iritasi dan keputihan bisa makin parah!).

Tapi yang menurutku repot dan bikin males adalah, tiap sebelum pakai pertama kali di awal siklus mens, harus direbus dulu. Kenapa repot? Mens kan muncul tiba-tiba, kalau keluarnya pas lagi di jam-jam sibuk atau lagi nggak di tempat yang bisa rebus cup-nya, jadi males ribet dan lebih pilih pakai pembalut biasa. Sebenernya waktu udah nemu waktu dan tempat buat rebus cup, bisa langsung dipakai sih. Tapi belakangan jadi males karena udah terlanjur pakai pembalut.

Kerepotan lainnya (yang sebenernya nggak penting-penting amat) adalah, aku harus selalu memastikan potong kuku biar bisa masukin cup ke vagina dengan aman dan tanpa rasa sakit. Padahal aku sering sengaja panjangin kuku walaupun buat alasan yang sepele kayak biar bisa lebih enak pas main alat musik petik, atau sekadar buat gaya-gayaan.

Kemalasan untuk ribet di awal siklus mens itu selalu jadi pengingat buatku: kalau aku mau hasil yang baik dalam jangka waktu panjang, harus konsisten dan mau komitmen untuk agak bersusah payah. Prinsip ini hampir mirip sama rutinitas pakai skin care sih. Harus telaten dan sabar.

Sebenernya ada alasan lain yang mungkin akan terdengar kayak SJW (social justice warrior) haha, yaitu menstrual cup lebih ramah lingkungan dibandingin pembalut. Menurut beberapa website, kalau dirawat secara benar (nggak terlalu sering direbus dan nggak dicuci pakai sabun keras, disimpan di tempat sejuk dan kering), satu cup bisa tahan sampai 2-4 tahun. Bisa lebih berhemat juga dong pastinya, apalagi kalau beli cup waktu ada promo gitu.

Apakah aku akan merekomendasikan kalian pakai cup? Iya. Tapi harus banyak baca review dan tanya orang-orang yang uda punya pengalaman pakai, biar nggak kagok dan nggak salah pilih. 

Baca juga: Review Favorinse, Sabun Artisan yang Peduli Lingkungan

Frequently Asked Questions (FAQ) Menstrual Cup 

Itu tadi review menstrual cup dari enam perempuan. Nah, kamu masih penasaran sama menstrual cup? Kalo iya, coba baca bagian ini sampai tuntas. Siapa tahu pertanyaanmu kejawab di sini.

Apakah menstrual cup aman untuk yang belum menikah?

Tentu saja! Menstrual cup terbuat dari silikon medis yang aman buat tubuh. Mau sudah menikah atau belum nggak akan ada bedanya.

Normalkah ujung menstrual cup tidak tersentuh?

Yup. Normal banget kok. Tak perlu panik semisal kamu sulit menyentuh ujung menscup ketika mau melepasnya. Kamu bisa coba berjongkok dan mengejan supaya ujung menscup lebih mudah dijangkau.

Apakah menstrual cup perlu dilepas ketika mau kencing atau pup?

Tidak perlu. 

Apakah menstrual cup bikin vagina kendor?

Tidak. Vagina itu sangat kuat dan fleksibel. Buat dilewatin bayi segede itu aja bisa balik ke ukuran semula. Apalagi cuma menstrual cup yang gedenya paling cuma 5 cm.

Gimana cara tahu pasang menstrual cup sudah bener?

Lucunya, kamu nggak akan ngerasain apa-apa ketika menstrual cup terpasang dengan benar. Rasa sebelum pakai = rasa setelah pakai. Kalau kamu merasa ada sesuatu yang mengganjal atau kram, coba lepas mens cup dan pasang ulang.

Berapa jam menstrual cup bisa dipakai?

Umumnya, menstrual cup bisa dipakai sampai dengan 12 jam. Setelah itu, kamu harus melepas dan mengosongkan isinya. Tapi ini tergantung juga dari banyaknya darah di siklus mens masing-masing perempuan. 

Bagaimana cara membersihkan menstrual cup?

Sebelum dan sesudah siklus menstruasi, mens cup haruslah direbus dengan air mendidih. Selama siklus menstruasi, kamu cuma perlu membersihkannya dengan air mengalir dan sabun yang lembut. Kalau sedang tak menemukan sumber air bersih, kamu bisa juga pakai tisu basah untuk membersihkannya.

Jadi Gimana? Sudah Yakin Mau Pakai Menstrual Cup?

Menstrual cup adalah produk sanitasi yang menurutku jenius. Bukan cuma karena praktis, awet, dan ramah lingkungan aja. Mens cup juga bisa jadi solusi untuk kamu yang ngalamin iritasi kulit gara-gara pakai pembalut. Lebih kerennya lagi, ketika pakai menscup kamu nggak akan ngerasa kaya lagi dapet. Hebat, ya?

Semoga review menstrual cup ini bisa bantu meyakinkan kamu buat beralih ke mens cup. Kalau kamu punya pertanyaan lain, langsung aja tulis komentar di bawah ya~ Semisal kamu sudah pakai menscup, boleh banget kok sharing review menstrual cup versimu di kolom komentar~

Categories
beau LIVING

3 Rekomendasi Pasta Gigi Ramah Lingkungan

Sikat gigi ─ sebuah ritual dua kali sehari yang tak boleh dilewatkan. Ritual inilah yang menjaga nafas tetap segar dan gigi cemerlang. Namun, tahukah kamu kalau tak semua pasta gigi aman untuk lingkungan?

Yup. You read it right. Bukan sekedar tidak aman, beberapa pasta gigi juga berbahaya bagi lingkungan dan biota air.

Di artikel ini, kamu bisa menemukan beberapa rekomendasi pasta gigi yang ramah lingkungan. Akan tetapi, sebelum sampai ke sana, kamu perlu tahu kenapa penting untuk beralih ke varian pasta gigi ramah lingkungan.

Mengapa Pakai Pasta Gigi Ramah Lingkungan?

Pasta gigi ramah lingkungan adalah alternatif terbaik untuk menyelamatkan lingkungan. Varian pasta gigi ini mengandung bahan-bahan alami yang mudah diurai. Karena komposisi inilah, pasta gigi takkan mencemari air dan melukai biota air.

Penjelasan di atas otomatis mengungkap apa yang salah dalam pasta gigi pada umumnya.

Pasta gigi mengandung bahan-bahan yang memastikan mulut kita bersih dan nafas segar. Tapi, apa yang bisa tubuh kita toleransi ─ belum tentu juga bisa ditoleransi lingkungan dan makhluk hidup lainnya.

Beberapa pasta gigi mengandung triclosan. Triclosan merupakan pestisida atau antibiotik yang digunakan untuk menghilangkan bakteri dan jamur. Masalahnya, bahan ini bisa merusak ekosistem dan hormon biota air.

Paraben yang terkenal sebagai bahan pengawet, juga dapat mempengaruhi perubahan hormon pada hewan.

Ada juga Sodium pyrophosphate, senyawa yang menghilangkan mineral yang memicu air liur seusai makan. Senyawa ini digunakan untuk mengurangi karang gigi pada manusia. Akan tetapi, senyawa ini juga mengandung fosfor yang memicu perkembangan tanaman alga. Tanaman ini bisa mengurangi kandungan oksigen dalam air dan membunuh makhluk hidup di dalamnya.

Fluoride juga ternyata bermasalah bagi lingkungan. Bahan yang membantu mencegah gigi keropos ini ternyata bisa menjadi berbahaya dalam jumlah besar. Pencemaran fluoride di tanah dan di air sama-sama mempengaruhi makhluk hidup yang tinggal di sana.

Tanaman dilaporkan layu dan mati karena terekspos bahan ini. Hewan seperti ayam, sapi, dan kambing juga terdampak oleh eksposur fluoride. Beberapa efek di antaranya lemas, sendi kaku, gigi dan tulang abnormal, dan produksi susu yang menurun.

Jangan lupakan juga microbead atau microplastics! Titik-titik berkilau dalam pasta gigi ini ternyata tak bisa diurai oleh alam. Ia ikut luruh bersama jalannya air hingga akhirnya terkumpul di lautan. Tak sengaja microplastics ini dimakan ikan dan kita pun ikut memakannya.

Itu tadi hanyalah sekilas dari bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam pasta gigi. Sebuah riset dari 36 merek pasta gigi menunjukkan 19 bahan berdampak jangka panjang bagi lingkungan. Delapan di antaranya dinyatakan beracun untuk biota air. Satu bahan dinyatakan beracun dan enam lainnya berbahaya. Baca apa saja bahan-bahan yang dimaksud di sini.

Setelah tahu betapa berbahaya pasta gigi konvensional itu, saatnya kita membahas apa saja pilihan pasta gigi yang aman untuk lingkungan.

Rekomendasi Pasta Gigi Ramah Lingkungan

Di bawah ini, kamu akan menemukan ulasan dari beberapa pasta gigi eco-friendly yang pernah kujajal. Jadi, ini semacam review jujur begitu ya.

Tapi kan, membandingkan satu produk dengan yang lain itu agak sulit ya. Ini karena setiap produk punya peruntukkan masing-masing. Maka, supaya lebih fair, kita akan pakai beberapa indikator yang sempat dijelaskan di artikel 15 Istilah Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Perlu Kamu Tahu.

Untuk artikel ini, kita akan ambil beberapa indikator penting seperti:

  • Cruelty-free
  • Vegan
  • Palm oil free
  • Fluoride-free
  • Kemasan ramah lingkungan

Selain menilai produk dari kelima indikator di atas, kita juga akan membuktikan seberapa efektif produk pasta gigi dengan klaim yang dijanjikan. Yak! Sekarang kita langsung saja review satu-satu pasta giginya ya~

1. Desert Essence ─ Natural Tea Tree Oil Whitening Plus in Cool Mint

Ingredients: Calcium Carbonate, Glycerin, Water (Aqua), Gaultheria Procumbens (Wintergreen) Leaf Oil, Melaleuca Alternifolia (Tea Tree) Leaf Distillate, Carrageenan, Sodium Lauroyl Sarcosinate, Melaleuca Alternifolia (Tea Tree) Leaf Oil, Bambusa Arundinacea Stem Powder, Phyllostachis Bambusoides Juice, Zinc Citrate, Aloe Barbadensis Leaf Juice, Calcium Ascorbate (Vitamin C), Equisetum Arvense Leaf Extract (Horsetail), Sodium Bicarbonate, Sea Salt, Phytic Acid, Stevia Rebaudiana Leaf/Stem Powder

Klaim: Membersihkan noda untuk senyum lebih cerah; Mengurangi penumpukan plak; Menyegarkan nafas.

Pertama kali pakai Desert Essence, sejujurnya aku merasa kepedesan ? Belum pernah nemu sih, pasta gigi yang rasa mint-nya bisa sekuat ini. Tapi, setelah pemakaian kedua dan seterusnya jadi terbiasa kok. Bahkan, rasanya ada yang kurang kalau belum sikat gigi pakai Desert Essence.

Pasta gigi ini berwujud krim putih. Baunya, ya seperti pasta gigi mint pada umumnya, segar sekali. Hal yang membedakan produk satu ini dengan yang lain mungkin adalah busanya.

Meski tergolong natural, pasta gigi ini masih memiliki busa yang cukup banyak. Barangkali ini karena kandungan Glycerin yang menempati urutan kedua di daftar komposisi. Namun, beda dari pasta gigi pada umumnya, busa Desert Essence mudah terurai. Seketika kamu membuang busa di air, ia akan terpecah menjadi busa-busa sangat tipis dan menghilang. Air yang ada pun tetap bening.

Ini jelas berbeda dengan pasta gigi konvensional pada umumnya. Busa yang ditinggalkan biasanya saling menempel dan sulit diurai. Air yang ikut membawanya ke saluran pembuangan pun biasanya ikut keruh.

Dari sekian banyak kelebihannya, aku justru kecewa dengan kemasannya. Tube dari pasta gigi ini masih menggunakan plastik yang cukup tebal. Pastinya, bagian inilah yang sulit diurai ataupun digunakan kembali.

Untuk klaim produk, hal yang paling terasa adalah mengurangi penumpukan plak dan menyegarkan nafas. Kedua hal ini terasa banget bahkan di pemakaian pertama.

Produk ini cocok untuk:

Siapapun yang menyukai sensasi segar di mulut, perokok, peminum kopi dan teh.

Produk ini kurang cocok untuk:

Orang dengan kondisi gigi dan mulut yang sensitif.

2. Sensatia Botanicals ─ Cinna Mint Natural Toothpaste

Ingredients: Calcium Carbonate, Water (Aqua), Vegetable Glycerin, Sodium Lauroyl Sarcosinate, Calcium Glycerophosphate, Terminalia Ferdinandiana Fruit Extract, Xanthomonas Campestris (Xanthan) Gum, Citrus Nobilis (Mandarin Orange) Peel Oil, Montmorillonite (Red Clay), *Limonene, Gaultheria Procumbens (Wintergreen) Leaf Oil, Mentha Arvensis (Peppermint) Leaf Oil, Maris Sal (Sea Salt), Citrus Limon (Lemon) Fruit Extract, Glycyrrhiza Glabra (Licorice) Extract, Melaleuca Alternifolia (Tea Tree) Leaf Oil, Cinnamomum Cassia (Cinnamon) Oil, *Cinnamal, *Linalool. *Occurs naturally in essential oils.

Klaim: Membersihkan gigi dan merawat gusi; Membantu menjadikan gigi lebih kuat dan bebas lubang; Melawan bakteri; Melindungi gigi sensitif dari rasa ngilu.

Impresi pertama dari Cinna Mint Natural Toothpaste keluaran Sensatia Botanicals ini adalah wanginya! Wangi cinnamon atau kayu manisnya tercium lembut dan menenangkan. Rasanya kaya menghirup bau Cinnamon Roll yang habis keluar dari oven. Sama sekali nggak kerasa artifisial.

Impresi kedua datang dari krim pastanya. Warnanya merah muda cenderung ke oranye. Tekstur krimnya juga sangat ringan. Jelas tekstur macam ini sulit ditemukan di pasta gigi konvensional yang ada di pasaran.

Pengalaman menyikat gigi dengan varian pasta gigi Sensatia Botanicals ini juga amat berbeda. Kamu takkan menemukan banyak busa memenuhi rongga mulutmu. Hanya ada busa tipis, lalu sisanya adalah (maaf) air liurmu sendiri.

Percayalah, pengalaman pertama memakai ini membuatmu sedikit shock. Bisa jadi kamu terpikir kalau pasta gigi ini gagal membersihkan mulut dan gigi secara sempurna.

Tapi tenang! Sebelum buru-buru menghibahkannya ke orang lain, kamu bisa mencoba menyikat gigimu dengan pasta gigi sepanjang bulu sikat selama dua menit. Atau kalau versiku, coba sikat gigi dua kali. Niscaya, gigi dan mulutmu akan terasa bersih. Pun, tak usah khawatir dengan kemungkinan limbah pasta gigi mencemari air.

Poin terakhir yang kusuka adalah kemasan pasta gigi ini! Ya ampun lucu banget kaya cat air! Kemasan odol ini terbuat dari tube berbahan alumunium. Jadi, cukup bisa didaur ulang ya. Satu-satunya elemen plastik dalam pasta gigi ini ada di tutup kemasannya. Yah, dibandingkan yang lain, sudah cukup signifikan lah pengurangan plastiknya.

Untuk klaim, yang paling terasa di aku adalah membersihkan gigi dan merawat gusi; melawan bakteri; dan melindungi gigi sensitif dari rasa ngilu.

Produk ini cocok untuk:

Orang dengan kondisi gigi dan mulut yang sensitif. Orang yang tak menyukai bau menyengat.

Produk ini kurang cocok untuk:

Perokok aktif. Peminum reguler kopi dan teh.

3. Do-It-Yourself

Ingredients: Coconut oil and baking powder

Kamu nggak salah baca kok. Kamu memang bisa bikin pasta gigimu sendiri. Cukup campurkan minyak kelapa dan baking powder sampai memiliki tekstur seperti pasta.

Bagian tricky-nya adalah menjaga campuran itu tetap bertekstur pasta. Jika ditaruh suhu ruangan, apalagi di cuaca Indonesia, bisa dipastikan pasta gigi DIY-mu akan mencair. Akan tetapi, jika ditaruh di kulkas, kemungkinan besar pasta gigimu berubah menjadi es batu.

Solusinya, coba keluarkan pasta gigimu dari kulkas selama 30-60 menit sebelum digunakan. Dengan begitu, kamu bisa menemukan tekstur yang pas ketika memakainya.

Oh ya, belajar dari kesalahanku, selalu gunakan refined coconut oil atau minyak kelapa yang sudah diproses. Minyak jenis ini biasanya cenderung bening dan tidak berbau menyengat.

Dulu, ketika kucoba membuat pasta gigi sendiri, aku memakai minyak kelapa yang belum diproses. Ini membuat campuran pasta gigimu berbau sedikit menyengat. Ketika sedang sindrom datang bulan, aduh rasanya pusing banget cium baunya.

Satu lagi, ketika memakai pasta gigi berbahan utama minyak kelapa, rajin-rajinlah membersihkan lidah. Entah dengan sikat atau alat pembersih lidah yang dijual di pasaran. Meski kedua bahan utama dari odol DIY ini merupakan anti-bakteri, kandungan minyak juga bisa menyebabkan bau mulut.

Produk ini cocok untuk:

Orang yang ingin membuat pasta giginya sendiri. Tak terburu-buru dan menikmati ritual sikat gigi.

Produk ini kurang cocok untuk:

Orang yang menginginkan segala sesuatu yang cepat dan efisien.

Baca juga: Pengalaman Cobain Halodoc Buat Konsultasi Ketombe

Lho, Segitu Aja Rekomendasinya?

Ehehe. Iya nih. Segitu dulu aja ya.

Soalnya kan, buat habisin satu kemasan pasta gigi butuh waktu agak lama. Kalau kamu pakai untuk sendiri, satu kemasan baru bisa habis dalam waktu 3-4 bulan. Bahkan, bisa juga lebih.

Walaupun bisa berkali-kali lipat lebih mahal daripada pasta gigi biasanya, pasta gigi ramah lingkungan cukup worth it kok. Kalau harganya dibagi berapa kali jumlah pakai, kamu akan merasa sebetulnya harga pasta gigi eco-friendly nggak terlalu mahal. Apalagi kalau kamu lihat dampaknya ke lingkungan.

Oke. Jadi segini dulu ya. Kamu punya saran merek pasta gigi ramah lingkungan yang perlu kuulas selanjutnya? Atau kamu punya pertanyaan soal pasta gigi yang sudah dibahas di atas? Jangan sungkan buat tinggalkan komentar di bawah ini ya~ See you di artikel berikutnya~

Sumber:

Hilda Samuelsson. Is Toothpaste an Environmental Hazard? University Gothenburg. https://www.bioenv.gu.se/digitalAssets/1480/1480510_hilma-samuelsson.pdf

Lucy Siegle. Can I have white teeth and be eco friendly? https://www.theguardian.com/environment/2007/may/13/ethicalliving.lifeandhealth

Michael Bloch. The environmental impact of toothpaste. https://www.greenlivingtips.com/articles/toxic-toothpaste.html

Categories
LIVING

Hal-Hal Soal Gaya Hidup Minimalis yang Belum Banyak Dibahas

Ini merupakan artikel pertama dari serial mengenai gaya hidup minimalis.

Gaya hidup minimalis mulai diminati di Indonesia. Jumlah pengikutnya tak bisa dibuktikan statistik, memang. Tapi banyaknya artikel yang membahas gaya hidup ini kira-kira bisa dijadikan gambaran.

Bukti konkret banyaknya peminat minimalisme ─ sebutan lain untuk gaya hidup minimalis ─ amat kentara ketika Tirto mengeluarkan artikel Tidying Up with Marie Kondo: Kapitalis Jepang Perampok Duit Pemalas.

Artikel tersebut menyebut Marie Kondo sebagai perampok dan pengikutnya sebagai pemalas. Tak butuh waktu lama untuk Tirto dikritik habis-habisan oleh warga net.

Banyak yang menganggap artikel itu penuh pretensi dan cacat logika. Alih-alih menulis dengan sudut pandang berimbang, misal soal pengaruh ajaran Shinto pada metode Konmari, Tirto hanya memilih fakta-fakta berkonotasi negatif.

Namun, terlepas dari kontennya yang problematik, artikel Tirto membuatku ikut bertanya-tanya: sebenarnya apa itu minimalisme?

Sebagai seorang minimalis yang picky dalam belanja, ada kalanya aku merasa minimalisme justru amat mewah. Latar serba putih, lantai kayu, dan furnitur ciamik ─ lebih sering mengundang orang membeli barang-barang untuk mempercantik ruangannya.

Photo by Atilla Taskiran

Tentunya, gambaran gaya hidup minimalis yang estetis itu bukan hal yang murah. Selain juga, gambaran minimalisme macam ini justru jauh dari tujuan awal, mental “cukup” itu sendiri.

Karenanya, aku mencoba mencari lebih jauh tentang minimalisme. Serial artikel ini adalah rangkuman pencarianku soal gaya hidup minimalis. Di artikel yang pertama, aku akan membahas asal usul tren minimalis dan macam-macam penganutnya.

Asal Usul Tren Minimalis

Gaya hidup minimalis mulai populer di Amerika Serikat (AS) setelah krisis ekonomi global di tahun 2008. Di mana lebih dari 5,5 juta penduduk AS kehilangan pekerjaan dan rata-rata kepala keluarga (KK) kehilangan pemasukan hingga $5.800.

Jadi, tak aneh kalau banyak orang mempraktikkan minimalisme untuk bertahan hidup. Orang-orang di AS mulai mengurangi belanja, menggunakan barang yang sudah ada (re-use), melakukan Do-It-Yourself (DIY) dan bahkan menyewa atau saling meminjam barang.

Namun, alih-alih dianggap sebagai solusi, praktik minimalisme diromantisasi oleh buku-buku self-help. Ia dianggap tak lebih dari sekedar hobi pada umumnya.

Minimalisme “hanyalah” cara memenuhi aktualisasi diri seseorang. Seolah-olah praktik minimalis dan krisis ekonomi tak ada hubungannya.

Itu mengapa, kata Dopierala (2017), agak sulit melacak asal-usul gaya hidup ini secara objektif. Sebagai gantinya, kita hanya bisa mengenal minimalisme dari testimoni-testimoni para penganutnya.

Misalnya, testimoni dari Joshua Fields Millburn dan Ryan Nicodemus. Dua tokoh sentral dalam dokumenter Minimalism: A Documentary About the Important Things.

Joshua Fields Millburn (kiri) dan Ryan Nicodemus (kanan).

“Minimalism is a tool that can assist you in finding freedom. Freedom from fear. Freedom from worry. Freedom from overwhelm. Freedom from guilt. Freedom from depression. Freedom from the trappings of the consumer culture we’ve built our lives around. Real freedom.”

Joshua menemukan minimalisme setelah ibunya meninggal dan ia diceraikan istrinya di bulan yang sama. Setelah itu, Joshua bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya penting dalam hidup. Minimalisme berhasil menjawab pertanyaan itu. Ia akhirnya menyimpulkan, dengan kutipan yang khas, “Love people and use things, because the opposite never works.”

Partner Joshua, Ryan, pun punya cerita yang mirip. Setelah menjabat posisi tertinggi di perusahaan, ia tak lekas menemukan kebahagiaan yang ia inginkan. Ryan merasa lelah dengan hidup sebagai korporat dan kultur konsumerisme yang meliputinya.

Tanda-tanda krisis ekonomi juga menyadarkan ia kalau semua hal ia miliki bisa hilang dalam sekejap. Ketika itu terjadi, apa lagi yang penting? Di saat itulah ia mengiyakan ajakan Joshua untuk mempraktikkan gaya hidup minimalis.

Tanpa obsesi pada barang, mereka dan pengikut minimalisme lainnya, bisa fokus ke hal-hal yang benar-benar penting. Mereka bisa menghargai pengalaman baru dari kulineran, traveling, kursus, dan sebagainya. Minimalis juga bisa menghargai komunikasi dengan orang-orang terdekat.

Cerita serupa juga dimiliki Joshua Becker, seorang penulis dan penggagas gerakan Becoming Minimalist.

Di pertengahan 2008, Joshua berbincang dengan tetangganya saat tengah membereskan rumah. Lewat percakapan itu, Joshua menyadari bahwa dirinya memiliki terlalu banyak barang tanpa benar-benar menggunakannya.

Dari situ, Joshua mengurangi barang-barangnya dan mulai mempraktikkan minimalism. Setelahnya, ia mengaku hidupnya menjadi jauh lebih bermakna.

“…we discovered more money, more time, more energy, more freedom, less stress, and more opportunity to pursue our greatest passions: faith, family, friends….”

Joshua Becker

Ingin berbagi manfaat, Joshua Becker pun menulis enam buah buku soal gaya hidup yang dipraktikannya. Ia terus berkampanye soal  gaya hidup minimalis. Karenanya, Joshua dinobatkan sebagai sepuluh besar pemilik website self development terpopuler di tahun 2015.

Di Indonesia sendiri, minimalisme dikenal karena Marie Kondo. Ide bersih-bersih ala Kondo atau Konmari pertama dikenalkan lewat buku Seni Beres-Beres dan Metode Merapikan ala Jepang yang diterbitkan Bentang Pustaka pada Agustus 2016.

Namun, menurut Ubersuggest dan Google Trends, kepopuleran gaya hidup minimalis baru melonjak sejak November 2018. Jauh sebelumnya, gaya hidup minimalis masih diasosiasikan dengan desain rumah, penataan ruang, dan tren musik serta seni di dekade 50 sampai 60-an.

Macam-macam Penganut Minimalis

Karena tak ada asal-usul yang objektif, kita hanya bisa memahami minimalisme dari mereka yang mempraktikannya. Padahal, pemaknaan satu orang dengan yang lainnya jelas bisa berbeda. Tanpa asal-usul yang jelas pula, minimalisme bisa saja menyimpang dari tujuan awalnya.

Untungnya, Dopierala tertarik untuk mengetahui bagaimana saja minimalisme dimaknai. Ia mengelompokkan macam-macam pemaknaan soal gaya hidup minimalis.

Ia menemukan ada tiga cara memaknai minimalisme: minimalis sebagai bentuk anti-konsumerisme, minimalis sebagai gaya konsumsi, dan minimalisme sebagai mindset konsumsi.

Anti-konsumerisme

Bagi sebagian orang, minimalisme adalah solusi dari sistem ekonomi saat ini tidak efektif. Ada terlalu banyak barang yang diproduksi dan terlalu banyak sampah yang mengikutinya.

Hal ini diperparah dengan iklan dan promosi yang membuat orang semakin impulsif dan tak rasional dalam membeli barang. Mereka membeli barang tanpa perhitungan dan membuangnya dengan cepat. Entah karena alasan ketinggalan tren, barang yang dibeli mudah rusak, atau sekedar karena bosan.

Orang-orang berjejalan ketika belanja di momen Black Friday.

Penganut minimalis yang anti-konsumerisme biasanya ingin membedakan diri dari golongan orang-orang yang “gila” diskon.

Mereka menggambarkan penggila diskon sebagai orang yang barbar dan tidak rasional. Penggila diskon siap menerjang lautan manusia, berebut jalan dan bahkan menginap di depan toko, demi mendapatkan barang dengan setengah harga.

Sebaliknya, penganut minimalisme digambarkan sebagai orang yang rasional. Mereka tahu berjejal demi barang diskonan takkan membuat mereka bahagia. Mereka merasa cukup dengan apa yang mereka punya.

Gaya konsumsi

Berbeda dengan sebelumnya, penganut minimalisme yang ini tak menolak sistem ekonomi. Minimalisme justru menganggap sistem ekonomi memberikan opsi untuk mengonsumsi barang yang lebih berkualitas, fungsional, dan estetis (jelas dengan harga yang lebih mahal).

Selain membeli barang, cara konsumsi pun turut berubah. Penganut minimalisme juga lebih menghargai hal-hal yang bukan barang, seperti traveling, wisata, seni, dan lainnya.

Mindset konsumsi

Aliran minimalis yang ini selalu menghindari kepemilikan barang yang berlebih. Mereka melakukan banyak hal untuk mengurangi barang yang tak berguna atau jarang dipakai. Beberapa cara yang dilakukan contohnya, menyumbangkan barang, menjualnya, menukarnya, memperbaiki, dan lainnya.

Sebelum membeli sebuah barang, pengikut minimalis ini juga selalu bertanya, “Apakah aku benar-benar membutuhkan barang ini?”

Kalau kamu kira-kira masuk tipe minimalis yang mana?

Mungkin agak sulit ya, untuk memutuskan. Karena kalau dipikir, ketiga kelompok minimalis ini memang tak punya sekat yang jelas. Seorang minimalis bisa memahami minimalisme dengan beberapa cara sekaligus.

Kesimpulan

Gaya hidup minimalis ternyata punya asal-usul yang cukup unik. Alih-alih punya sejarah yang objektif, gaya hidup ini didefinisikan dari pemahaman para pengikutnya.

Di artikel berikutnya, kita akan mengulas kekurangan dari gaya hidup ini.

Spoiler: kritik soal minimalisme ini masih ada hubungannya dengan macam-macam pemaknaan di atas. Penasaran, kan? Tunggu artikel berikutnya ya!

Bacaan dan materi lainnya:

Renata Dopierala. Minimalism ─  A New Mode of Consumption? http://cejsh.icm.edu.pl/cejsh/element/bwmeta1.element.desklight-7c20a1b2-6de6-43d8-a678-5914cbc6f3f3/c/04_Dopierala.pdf

Categories
adulting

Semua untuk Mengembangkan Diri, Alasan Diriku Menulis Blog

Platform digital timbul dan tenggelam. Tapi blog, takkan lekang.

Sebelum benar-benar serius dengan blog ini, diriku sempat berkali-kali pindah platform ngeblog. Blogspot dan tumblr pernah kusambangi tapi tak lama – tiga tahun biasanya – kutinggalkan.

Exit mobile version