Organic. Natural. Vegan. No Animal Testing. Paraben Free. Pernah nggak nemu istilah-istilah gaya hidup ramah lingkungan macam itu?

Istilah di atas biasanya ditemukan di banyak produk perawatan tubuh dan kosmetik. Tujuannya, supaya kamu bisa membedakan produk eco-friendly dan produk konvensional dengan mudah.

Cuma sayangnya, ada banyak sekali istilah untuk produk ramah lingkungan. Saking banyaknya, mungkin kamu mungkin saja lupa atau malah tak tahu betul apa maksudnya istilah-istilah itu.

Tapi tenang, artikel ini akan membantumu memahami semua istilah dan label yang sering digunakan di produk ramah lingkungan. Tak cuma itu, kamu juga bisa cari tahu kenapa label itu penting.  

Siapa tahu setelah memahami istilah dan labelnya, kamu jadi tertarik untuk mengikuti gaya hidup ini?

15 Label Produk Gaya Hidup Ramah Lingkungan

Ada banyak istilah soal gaya hidup ramah lingkungan. Supaya lebih mudah, istilah-istilah di bawah ini akan dibagi ke dua kelompok. Pertama, istilah soal komposisi atau bahan baku produk (nomor 1-10). Lalu, kedua, istilah tentang praktik bisnis itu sendiri (nomor 11-15).

two bottle of ointment on gray tray

1. Cruelty Free / No Animal Testing

Cruelty Free atau No Animal Testing adalah sebutan untuk produk, termasuk bahan-bahannya, yang tidak dites pada hewan.

Uji coba ke hewan banyak sekali dilakukan oleh produsen. Alasannya, untuk memastikan produk yang dirilis sudah memenuhi standar keamanan. Sayangnya, uji coba semacam ini sengaja menyiksa hewan dan membuatnya mati sia-sia.

Misalnya, untuk uji coba botoks dan sejumlah vaksin. Tikus-tikus disuntik dengan bahan kimia dalam berbagai dosis. Tikus sengaja disuntik hingga dosis tertentu membuat si tikus mati. Dosis tertinggi inilah yang akan menunjukkan potensi produk menyebabkan keracunan dan efek berbahaya lainnya.

Padahal, ada banyak alternatif untuk mengetes keamanan produk. Seperti in vitro atau pembuatan model di komputer. Di samping itu, uji pada hewan juga tak menjamin keamanan produk. Masih ada risiko uji coba tersebut eror akibat perbedaan dosis dan hal teknis lainnya.

Sayangnya, istilah cruelty free dan no animal testing masih sangat luwes digunakan. Kedua istilah ini tidak memiliki definisi hukum yang jelas. Hingga keduanya sering kali dipakai sebagai gimmick marketing.

Produsen mengaku mereka tidak melakukan uji hewan pada produknya. Memang, produk akhir yang dijual tidak diuji coba pada hewan. Tapi kenyataannya, bahan baku untuk membuat produk masih dites dengan hewan.

leaping bunny logo
Leaping Bunny

Untuk tahu apakah sebuah produk benar-benar cruelty free, coba cek apakah produk memiliki logo Leaping Bunny. Logo ini menunjukkan bahwa produk telah lolos sertifikasi dan bebas dari uji hewan.

2. Natural

Produk natural adalah produk yang tidak mengandung bahan tambahan sintetis apapun. Termasuk zat pewarna atau pewangi.

Label ini hanya mengatur bahan dari produk. Proses pembuatannya sendiri masih bisa melibatkan proses yang tidak natural, seperti penggunaan pestisida.

Sekilas label ini sangat mirip dengan organic. Hanya saja label natural belum secara resmi diatur oleh hukum dan Food and Drug Administration (FDA). Karenanya, kita perlu sedikit lebih waspada ketika menemukan label natural di sebuah produk.

Teliti komposisinya dan cari tahu apakah betul produk itu benar-benar natural. Sebab bisa jadi, label natural cuma jadi embel-embel jualan saja. Tidak mencerminkan praktik gaya hidup ramah lingkungan.

3. Organic

Produk disebut organik ketika tidak menggunakan pestisida, herbisida, pupuk kimia, dan tidak mengalami rekayasa genetis. Bahan-bahan organik membantu mengurangi polusi tanah dan air akibat pestisida dan pupuk kimia.

Untuk pertanian organik, ada standar ketat yang diterapkan untuk menjaga lahan dari kontaminasi komponen non-organik. Sedangkan untuk peternakan organik, hewan ternak perlu diberi makan dengan produk-produk organik. Selain itu, hewan juga perlu diumbar di tanah lapang.

Di Indonesia, produk yang mengklaim organik perlu disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Organik yang diakui Komite Akreditasi Nasional.

Tapi, apa sih bahayanya bahan kimia ini?

Paparan bahan kimia ke tubuh jelaslah berbahaya. Hal ini berdampak ke syaraf, meningkatkan risiko kanker, dan menurunkan kesuburan. Seramnya, paparan pestisida dan pupuk kimia bahkan bisa terjadi dari dalam kandungan ibunya.

Baca juga: 3 Rekomendasi Pasta Gigi Ramah Lingkungan

4. Palm Oil Free

Palm Oil Free adalah istilah untuk menyebut produk yang tidak mengandung minyak kelapa sawit dan turunannya.

Minyak kelapa sawit bertanggung jawab atas kerusakan alam di hutan tropis Indonesia. Setiap jamnya, ada 300 lahan seluas lapangan bola yang dialih fungsi ke kebun sawit.

Di tahun 2050, diperkirakan sebanyak 26 juta hektar akan dijadikan kebun sawit. Bayangkan dua kali luas Inggris dijadikan kebun sawit. Angka ini melonjak tajam dari 5,6 juta hektar di tahun 2005 dan 0,6 juta hektar di tahun 1985.

Masalahnya, deforestasi bukan satu-satunya dampak dari minyak sawit. “Pohon emas” ini juga mengancam ekosistem satwa yang dilindungi. Banyak orang utan yang disiksa, diburu, dan dijual ke pasar ilegal. Tak jarang, gajah mati keracunan akibat pupuk dan pestisida. Belum lagi kualitas air yang tak layak konsumsi dan asap akibat pembukaan lahan.

Dari sisi sosial perkebunan sawit mengakibatkan adanya konflik lahan, pencemaran air, praktik kerja eksploitatif (upah rendah, jam kerja tinggi, angka kecelakaan dan keracunan saat bekerja, buruh anak), angka putus sekolah, dan sebagainya.

Meski dampaknya masif, sawit masih banyak di sekitar kita. Lebih dari 50 persen produk yang kita gunakan sehari-hari mengandung sawit. Mulai dari selai coklat kacang, sabun cuci, sampo, sabun, kosmetik, dan lilin.

Tak semua produk tersebut dengan gamblang menyebutkan sawit yang terkandung di dalamnya. Alih-alih mereka menyamar dalam berbagai nama.

minyak kelapa sawit

Untuk menjembatani kekhawatiran soal sumber minyak sawit yang tak bertanggung jawab, sebuah sertifikasi global diterapkan. Namanya Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO).

Sayangnya, RSPO pun tak cukup berbuat banyak. Sertifikasi ini hanya mengatur soal prinsip-prinsip umum. Bahkan definisi hutan lindung yang tak boleh dibuka pun masih simpang siur. RSPO juga tidak bisa diandalkan, mengingat perusahaan-perusahaan yang diboikot Greenpeace juga memiliki label RSPO.

Maka dari itu, solusi terbaik adalah sebisa mungkin menghindari minyak sawit.

5. Paraben Free

Paraben Free merupakan sebutan untuk produk yang tak menggunakan pengawet bernama paraben.

Paraben adalah jenis pengawet yang pertama digunakan tahun 1950-an. Paraben banyak digunakan untuk menghindarkan produk body care seperti sampo, kosmetik, lotion, dan bahkan makanan dari bakteri dan jamur.

Dalam jumlah besar, paraben disebut-sebut bisa meniru fungsi estrogen. Hormon ini jika diproduksi secara berlebihan bisa memicu kanker payudara.

Namun, tak banyak pihak berani menghubungkan paraben dan kanker payudara. Hubungan keduanya masih terus diteliti dan hasil akhirnya belum jelas. Barangkali karena paraben merupakan pengawet yang murah dan terlanjur banyak digunakan. Melarang penggunaannya berarti memaksa produsen menggunakan pengawet yang bisa jadi lebih mahal.

6. Phthalate Free

Phthalate Free adalah nama untuk produk yang tidak menggunakan phthalate.

Phthalate (baca: faleit) merupakan senyawa yang umumnya ditemukan di barang-barang berbahan plastik seperti pipa PVC, vinyl, kotak makanan, hingga mainan plastik. Dalam konsentrasi lebih rendah, phthalate juga dipakai di kuteks, hairspray, dan produk kecantikan lainnya.

Berbagai riset menunjukkan dampak buruk phthalate ke tubuh manusia. Colombia University menemukan jabang bayi yang terekspos phthalate di rahim memiliki kemungkinan 70 persen terkena asma di usia 5-12 tahun.

Selain itu, phthalate juga berhubungan dengan ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder), kanker payudara, diabetes tipe dua, IQ rendah, autisme, dan gangguan alat reproduksi, serta masalah kesuburan pada pria.

Karenanya, Uni Eropa melarang segala produk mengandung phthalate untuk dijual di wilayahnya. Sayangnya, kebijakan yang sama tidak diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan yang sama sangat sulit diterapkan di sana. Bahkan, FDA ragu-ragu (atau lebih tepatnya membantah) hubungan antara phthalate dan sejumlah dampaknya terhadap tubuh manusia.

Di Indonesia sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengeluarkan peraturan soal phthalate. Beberapa jenis pemlastis berbahan phthalate dilarang. Akan tetapi ada juga beberapa jenis yang diperbolehkan. Meski anjurannya sudah dikeluarkan, hukuman untuk produsen yang melanggar masih tidak jelas.

nude by nature primer on black pouch

Baca juga: Evete Naturals Calming Green Tea Body Butter, Review

7. Reef Safe

Reef Safe adalah sebuah tanda bahwa produk yang dipakai tidak mengandung bahan berbahaya bagi terumbu karang, seperti Benzophenone-3 (BP-3) atau oxybenzone.

Oxybenzone merupakan bahan untuk menangkal radiasi sinar ultraviolet (UV). Sebanyak lebih dari 3500 merk tabir surya mengandung bahan ini. Selain itu juga ada produk lipstik, maskara, dan sampo yang mengandung oxybenzone.

Banyak penelitian membuktikan kandungan oxybenzone dapat mencemari lautan. Setetes oxybenzone bisa merusak kandungan air pada 6,5 kali kolam renang standar Olympic (50 m x 25 m x 2 m). Perumpamaan lain, setetes oxybenzone bisa merusak terumbu karang seluas 3,25 lapangan bola standar internasional.

Selain oxybenzone, ada beberapa bahan lain yang sangat berbahaya untuk terumbu karang. Beberapa di antaranya adalah paraben, triclosan, ethanol, formalin, dan banyak lainnya.

8. Sulfate Free

Sulfate Free adalah label untuk produk yang tidak mengandung sulfate.

Sulfate merupakan detergen yang umumnya ada di produk pembersih seperti sampo dan sabun. Dua macam sulfate yang paling sering digunakan adalah Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dan Sodium Laureth Sulfate (SLES).

Kedua bahan ini terkenal mampu membersihkan minyak dan kotoran dengan tuntas. Akan tetapi, efek sampingnya sangat terasa bagi sebagian orang. Sulfate bisa membuat rambut dan kulit semakin kering, memudarkan warna rambut yang dicat, dan bahkan membuat kulit iritasi.

Untungnya, bagi lingkungan, sulfate tidak memiliki efek merusak. Detergen satu ini 100 persen merupakan bahan yang bisa didaur ulang dan aman untuk lingkungan. Jadi, terserah kamu ingin beralih ke produk macam ini atau tidak. Namun bagi yang berkulit sensitif, disarankan untuk menggunakan produk sulfate free.

9. Silicone Free

Seperti namanya, silicone free adalah produk yang tidak berbahan silicone.

Silicone umumnya terdapat di conditioner, lotion, dan produk pelembut lainnya. Bahan ini membuat rambut dan kulit terlihat mengkilap dan sehat. Akan tetapi, tampilan ini cuma kosmetik saja alias fake alias palsu.

Sebenarnya, silicone ini memiliki sifat macam plastik atau minyak. Ia tidak menyerap air sehingga permukaan yang dikenainya terlihat berkilau. Tapi, efeknya hanya sementara.

Pada rambut, silicone bisa menutup dari air, debu, nutrisi, dan minyak alami dari kulit kepala. Jika dibiarkan lama, akan terjadi penumpukan debu dan kotoran. Lama-lama rambut akan menjadi lepek dan kotor.

Untuk membersihkannya, kamu perlu sampo dengan bahan SLS atau SLES. Dengan begitu, sebenarnya kamu hanya mengulang siklus membersihkan dan mengotori rambutmu.

Baca juga: Review Favorinse, Sabun Artisan yang Peduli Lingkungan

10. Vegetarian & Vegan

Vegetarian adalah predikat untuk produk yang tidak mengandung hewan tetapi mungkin mengandung produk dari hewan. Produk vegetarian masih bisa mengandung madu, telur, susu, beeswax, dan lainnya.

Produk vegan, di sisi lain, tidak mengandung hewan maupun produk turunannya. Untuk memastikan produk vegan yang kamu pakai benar-benar tak mengandung hewan dan produk turunannya, kamu bisa cek berbagai macam nama produk turunan hewan di sini.


foundation and fragrance on white sheet

11. Artisan

Artisan adalah sebutan untuk produk yang dibuat oleh produsen yang ahli, dibuat dalam jumlah yang terbatas, dari bahan-bahan yang terjamin asalnya, dan (kalau bisa) berasal dari budaya tertentu atau bersifat turun-temurun. Beberapa contoh produk artisan adalah keramik, tekstil, perhiasan, dan makanan khas daerah.

Selama kamu bisa ngobrol dengan produsen dan ia bisa memastikan dari mana asal bahan-bahan yang dipakai untuk membuat produknya ─ bisa dipastikan itu produk artisan. Tapi kalau obrolan tentang asal produknya justru membuat percakapan jadi awkward ─ bayangkan bertanya pada karyawan restoran cepat saji apakah produknya artisan ─ sudah pasti jawabannya bukan.

12. Eco-Packaging / Sustainable Packaging

Produk yang ramah lingkungan pastinya menggunakan kemasan yang sama ramahnya. Dalam istilah bahasa Inggris ini disebut eco-packaging atau sustainable packaging.

Jenis kemasan seperti ini tidak mengotori lingkungan, bisa terurai, atau memenuhi prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Beberapa contoh kemasan yang ramah lingkungan adalah kardus, kantong kertas, gelas dan botol kaca, serta aluminium.

Alternatif kemasan eco-packaging sangatlah penting. Apalagi dengan berkembangnya bisnis online dan jasa pengiriman barang. Di mana kemasan plastik dan bubble wrap hanya dipakai sekali dan kemudian menjadi sampah.

Di Amerika Serikat sendiri, tercatat sebanyak 77.920.000 ton sampah kemasan dihasilkan di tahun 2015. Bayangkan berapa banyak sampah kemasan yang dihasilkan secara global. Hi…. Ngeri!

Baca juga: 5+ Perempuan Berbagi Review Menstrual Cup

13. Empowering

Bisnis yang baik umumnya ikut memberdayakan pekerjanya dan memiliki dampak sosial. Jadi, keuntungan berupa uang bukan satu-satunya yang ingin dicapai. Justru keuntungan jangka panjang seperti peningkatan skill dan kapasitas, serta kesejahteraan komunitas lah yang perlu dikejar.

Praktik bisnis yang empowering memiliki banyak bentuk. Misalnya, dengan mempekerjakan orang-orang rentan seperti perempuan, warga usia lanjut, disabilitas, imigran, atau dari kelompok masyarakat yang terpinggirkan.

Namun, pemberdayaan tidak hanya sampai pada memberi pekerjaan saja. Bisnis yang etis juga ikut memberikan upah yang layak, jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja, pelatihan dan keterampilan tambahan, juga mengangkat budaya dan kearifan lokal.

Sama halnya yang dilakukan oleh Sukkha Citta, sebuah brand fashion ramah lingkungan yang mempekerjakan banyak ibu-ibu dari berbagai desa di Indonesia. Tak hanya soal kerja dan uang saja, brand ini ikut melestarikan warisan budaya pembuatan kain dan berbagai corak daerah.

14. Ethical Sourcing / Fair Trade

Label fair trade menjamin bahwa sebuah bisnis dijalankan dengan adil dan tidak eksploitatif.

Predikat fair trade bisa disandang ketika bisnis melakukan direct trade atau penjualan langsung. Sistem ini berusaha mengurangi makelar atau tengkulak di antara produsen dengan pembeli. Dengan cara ini, produsen bisa mendapatkan pendapatan lebih banyak karena tak harus berbagi hasil dengan pihak-pihak perantara.

Selain itu, ada 10 prinsip lain yang diberlakukan oleh World Fair Trade Organization (WFTO). Lima prinsip yang pertama antara lain, (1) menciptakan kesempatan untuk produsen dengan kekuatan ekonomi lemah; (2) transparan dan bisa dipertanggungjawabkan; (3) melakukan praktik dagang sesuai fair trade; (4) membayar dengan harga yang adil dan sesuai; (5) memastikan bisnis yang dijalankan tidak memakai buruh anak atau buruh paksa.

Prinsip-prinsip selanjutnya termasuk, (6) berkomitmen terhadap kebijakan anti-diskriminasi, kesetaraan gender, pemberdayaan ekonomi perempuan, dan kebebasan berserikat serta berkumpul; (7) memastikan kelayakan dan keamanan tempat kerja; (8) melakukan peningkatan kapasitas dan skill untuk penyedia bahan baku/produsen; (9) mempromosikan dan mengajak komunitas dengan kemampuan ekonomi kurang untuk menjalankan fair trade; dan terakhir (10) menjalankan bisnis dengan memikirkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

Supaya bisa disebut fair trade, sebuah perusahaan perlu memiliki sertifikat fair trade. Untuk mendapatkannya, perusahaan itu perlu mendaftarkan diri ke WFTO. Dari situ, lembaga sertifikasi ini akan menilai laporan perusahaan, mengaudit, melakukan kunjungan, dan terus mengevaluasi kinerja perusahaan.

Jika perusahaan melakukan kecurangan, siapa saja bisa melaporkannya ke WFTO. Lantas, lembaga ini akan melakukan investigasi dan memutuskan apakah perusahaan masih layak menyandang gelar fair trade.

brush on top of powdery makeup

15. Eco-Friendly Waste Management

Eco-friendly waste management adalah sebutan untuk praktik pengolahan sampah dan limbah yang memperhatikan kelestarian lingkungan.

Praktik bisnis ramah lingkungan tak berhenti ketika produk sampai ke tangan pembeli. Malah, praktik bisnis yang etis juga memikirkan bagaimana sampah bisa dikelola dengan baik. Dengan begitu, sampah yang dihasilkan tidak akan merugikan lingkungan dan makhluk hidup yang menghuninya.

Di Indonesia, semangat manajemen sampah yang ramah lingkungan diwujudkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Terutama di pasal 15 yang berbunyi, “Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.”

Dalam skala mikro, pengelolaan sampah bisa dilakukan oleh Bank Sampah di berbagai daerah. Bank Sampah bisa mengelola sampah untuk diubah menjadi tas, dekorasi, dan barang-barang dengan nilai ekonomi.

Praktik serupa dipakai perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Mereka mengirimkan sampahnya ke pihak ketiga untuk dilebur dan diolah kembali menjadi sapu, ember, dan barang lainnya.

Di skala yang lebih kecil lagi, ada juga masyarakat yang mengolahnya menjadi pupuk dan biogas.

Baca juga: Hal-Hal Soal Gaya Hidup Minimalis yang Belum Banyak Dibahas

Kesimpulan

Ternyata banyak juga ya istilah tentang gaya hidup ramah lingkungan? Meski banyak dan penjelasannya cukup panjang, jangan sampai bikin kamu minder untuk ikut mempraktikkan gaya hidup ini ya~

Tak perlu mengubah gaya hidupmu secara drastis. Apalagi sampai membuang semua produk yang dipakai dan menggantinya dengan yang eco-friendly. Minimal, kamu tahu, paham, dan lebih berhati-hati ketika membeli sebuah produk. Baru setelah itu, lakukan perubahan satu per satu dari hal yang terdekat.

Contohnya, kamu bisa mengurangi penggunaan minyak sawit dengan mengganti minyak goreng di rumah dengan minyak kelapa, minyak zaitun (olive oil), atau minyak biji bunga matahari. Kalau masih dirasa mahal, kamu juga bisa kok mengurangi memasak masakan yang digoreng atau menggunakan sedikit mungkin minyak.

Setelah itu kamu bisa perlahan-lahan mengganti sayur dengan sayur organik. Bisa juga membeli produk-produk dari produsen lokal. Gaya hidup ramah lingkungan itu mudah kok. Nggak perlu dibikin ribet.

Kira-kira ada lagi nggak istilah gaya hidup ramah lingkungan yang belum dibahas. Kalau kamu punya istilah yang ingin ditanyakan atau ingin menambahkan istilah yang kamu temui, kasih komentar lewat kolom di bawah ini ya 🙂


Artikel ini pertama kali dipublikasikan pada 21 April 2019. Kembali diperbarui pada 19 Januari 2020.

You may also like

10 Comments

  1. Baru tau istilah yang berhubungan sama ramah lingkungan ternyata sebanyak dan seluas itu yaaa… sebelumnya saya cuma tau vegan, vegetarian, cruelty free

    1. Iya, Mbak Nike. Ternyata banyak juga ya. Semoga artikelnya bermanfaat. Terima kasih sudah mampir ^^

  2. Wah ternyata banyak banget ya istilahnya. Banyak yang saya belum tau, tercerahkan dengan artikel ini. Untuk alternatif minyak sawit, nampaknya harganya lebih mahal ya. Mungkin kurangi minyak pilihan yang lebih hemat.

    1. Untuk alternatif sawit memang sedikit mahal, Mbak. Kalau minyak kelapa, untuk volume yang sama, harganya bisa dua kali lipat dari sawit. Positifnya, kalau saya ya, biasanya minyak non-sawit lebih enak di tenggorokan. Nggak gatal gitu, Mbak. Cuma kalau memang belum bisa pindah ke alternatif, mengurangi sawit pun sama baiknya 🙂

  3. Baru paham macem-macem istilahnya Zero Waste disini. Selama ini yg saya tau cuman Zero Waste sekedar gaya hidup kembali ke Natural saja ternyata ada banyak istilah juga penerapan sesuai istilah. Seperti biasa selalu menginspirasi ?

    1. Halo, Mbak Dliya~ Yup, Mbak. Ternyata ada banyak banget. Sebagai konsumen kudu pintar dong membedakan produk yang beneran natural sama yang gimmick aja. Makasih udah mampir ya Mbak 😀

  4. Banyak juga ya istilah tentang gaya hidup yang ramah lingkungan yang belum saya ketahui ternyata, hehehe

  5. Hm sebisa mungkin deh aku pake produk organik dan yg gak aneh2

  6. Banyak sekali istilah baru yang sy ketahui setelah membaca postingan ini. Terima kasih sudah berbagi, Mbak.. Dulu paling familiar sama istilah natural aja 😀

    1. Sama-sama, Mbak. Semoga bermanfaat yaa 😀

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in LIVING