Deg-degan dan mata capek. Dua hal yang hampir selalu kurasakan tiap pagi, dulu. Semuanya sirna dengan solusi sederhana: Kerja Dari Rumah.

Bangun dan merasa lebih capek dari sebelumnya itu menyebalkan. Ya kan? Apalagi kalau diburu waktu untuk segera siap-siap ke kantor. Itu dia yang aku rasakan selama berbulan-bulan.

Hampir setiap hari, aku mengawali hari dengan berjalan gontai mengambil handuk dan mandi. Dilanjutkan masak bekal untuk makan siang. Lalu, mematut diri dengan skin-care dan pupur – yang sering kali luntur karena keringat bercucur. Sudah begitu, sampai kantor dalam keadaan lelah.

Drama bekerja belom selesai di situ. Diriku yang rewel ini masih harus gambling dengan situasi kerja di kantor. Sebagai orang yang ndak betah berisik, kegaduhan berbanding terbalik dengan tingkat produktivitas. Setelah empat jam, diriku membelah jalan untuk ke tempat les. Pulang menjelang maghrib, dan tumbang. Sering kali ketiduran, dan bangun tengah malam untuk mengerjakan tugas. Alhasil, baru tidur di dini hari dan harus mengulangi rutinitas yang sama esok paginya.

Jengah dengan pola hidup macam itu, akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta keringanan bekerja dari rumah (kos sebetulnya, tapi supaya umum kusebut ‘rumah’). Tentu saja permintaan itu didasari dengan target kerja yang jelas per harinya. Itu juga memungkinkan karena apa yang kukerjakan lebih banyak berhadapan dengan laptop.

Setelah beberapa kali kerja dari rumah, ada hal-hal yang kurasa berubah. Intinya sih, I feel I’m in control of my life. Tapi, untuk membuatnya lebih spesifik ada lima alasan kenapa kerja di rumah itu candu buatku:

1. Bekerja di rumah otomatis nggak buang waktu di jalan

kerja-dari-rumah-irit-waktu

Cristopher Ingraham (Washington Post, 2016), menghitung rata-rata umur manusia yang terbuang di jalan. Perjalanan 15 menit ke kantor dalam 5 hari kerja selama setahun, membuatmu menghabiskan 5,2 hari di jalan. Bayangkan kalau rumahmu di Klaten dan harus kerja di Jogja. Andaikata kamu butuh 90 menit tiap berangkat, kamu membuang 31,3 hari atau sebulan di jalan. Itu baru sekali berangkat ya, belum dihitung pulangnya.

Kalau mau lebih realistis, penghitungan di atas belum termasuk dengan berbagai persiapan sebelum berangkat. Ya mandi, masak, sarapan, rias. Alamak!

Baca juga: 3+ Kesalahan Fatal yang Kulakukan Selama Skripsi

2. Mood jadi lebih bagus

Riset dari Erasmus Happiness Economics Research Organization menunjukkan hubungan antara perjalanan ke kantor dengan depresi. Riset dengan jumlah responden mencapai 9.000 orang ini, menemukan bahwa orang yang bekerja dari rumah lebih bahagia dibandingkan mereka yang harus ke kantor.

Namun, orang yang berpergian ke kantor dengan jalan kaki dan bersepeda lebih bahagia dibandingkan dengan mereka yang pergi dengan transportasi publik. Riset ini menyimpulkan bahwa kebahagiaan orang sangat dipengaruhi berapa lama waktu ia habiskan di jalan dan moda transportasi yang digunakan.

Selain poin di atas, diriku pribadi merasa moodku lebih bagus ketika bekerja di kos karena nyaman. Tak melulu nyaman soal fasilitas, tapi lingkungan yang fleksibel. Aku bisa mulai bekerja bahkan tanpa perlu mandi. Hehe. Bisa bekerja sambil nunggu nasi matang. Bisa olahraga dulu. Kalau bosan, pelarianku tak melulu media sosial tapi urusan bersih-bersih kamar atau cuci baju. Kerja jalan, urusan domestik nggak ketinggalan.

3. Kerja dari rumah bikin kerjaan lebih cepat selesai

kerja-dari-rumah-lebih-produktif

Fleksibilitas justru membuat bekerja dari rumah menjadi lebih produktif.

Entah kenapa, ini bisa terjadi. Padahal kalau di rumah kan, justru lebih banyak distraksi. Lucunya, memang begitu sih yang diriku alami. Satu waktu, aku pernah fokus bekerja dari jam 8-12 dan menyelesaikan beban kerja yang biasanya butuh 1,5 hari kerja. Setelah itu, aku masih bisa mengerjakan tugas les dan datang tepat waktu. Intinya, semuanya bisa beres.

Nyatanya, produktivitas karena bekerja dari rumah bukan dialami aku saja. Sebanyak 16.000 pekerja call center di Cina juga mengalaminya. Sebuah riset di tahun 2010-2011 menunjukkan bahwa bekerja dari rumah meningkatkan performa kerja sampai 13 persen. Sebanyak 9 persen di antaranya menunjukkan peningkatan waktu kerja (waktu istirahat karena kelelahan berkurang dan berkurangnya absen karena sakit). Sedangkan, 4 persen sisanya menunjukkan peningkatan jumlah telepon per menit karena lingkungan yang kondusif.

Dengan bekerja di rumah, pekerja ini merasa lebih puas dengan performanya. Ketika mereka diperbolehkan bekerja di rumah, separuh respondens mengiyakan.

Baca juga: Tips Menjadi Produktif ala Orang yang Banyak Maunya

4. Mengurangi risiko sakit

Kantor punya opsi terbatas untuk bekerja: kamu duduk menghadap meja. Ketika bosan, kamu tak punya banyak alternatif untuk menghibur diri. Bahkan untuk berdiri dan sekedar berjalan-jalan. Akhirnya, kamu lagi-lagi duduk tepekur di depan laptop sambil membuka media sosial atau nonton video di YouTube.

Padahal, duduk terlalu lama bisa berbahaya bagi kesehatan. Kamu lebih berisiko untuk sakit jantung, terkena kanker usus besar, tulang kaki menjadi lunak, sakit punggung, sering bingung, dan sederet gangguan kesehatan lainnya. Bahkan satu riset menyebutkan bahwa semakin lama kamu duduk semakin besar pula kamu punya risiko mati muda.

Tapi tenang, duduk kurang dari 30 menit dalam satu waktu bisa memeperkecil risiko mati muda.

Nah, di rumah kita punya lebih banyak alternatif tempat dan posisi bekerja. Bisa di meja, kasur, sofa, dan lesehan. Karena alternatif dan banyak ‘distraksi’, kita juga lebih punya banyak kesempatan untuk bergerak. Entah untuk ke kamar mandi, menyapu, atau mondar-mandir kamar sekedar untuk menghilangkan tegang.

5. Mager baik untuk Bumi

Sektor transportasi terlanjur menyumbang 14 persen dari total emisi global. Transportasi darat (motor, mobil, dan bus) rata-rata menyumbang 74 persen dari total emisi yang dihasilkan transportasi. Jumlah itu setara dengan  melepaskan 4.816.166.666 ton ( 4,8 milyar ton) CO2 ke udara.

Sumbangan transportasi pada emisi global berada di peringkat ketiga. Posisi pertama dihasilkan pembangkit listrik dengan batu bara, gas alam, dan gas minyak. Posisi kedua ditempati oleh industri dengan pemain utama seperti Cina, Amerika Serikat, Uni Eropa, India, Rusia, dan Jepang. Sedangkan sektor lainnya adalah komersial dan hunian, sera pertanian.

Berkaca dari situ, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor jika memungikinkan adalah sebuah tindakan yang bijak. Mager (males gerak) tak selamanya buruk kan?

Baca juga: 15 Istilah Gaya Hidup Ramah Lingkungan yang Perlu Kamu Tahu

Itu dia 5 alasan kenapa aku kecanduan bekerja dari rumah. Sebelum dicoba, ada baiknya kamu berkonsultasi dulu dengan rekan kerjamu di kantor. Kalau tak mungkin untuk selalu dilakukan, bolehlah mencoba meminta keringanan untuk bekerja 1 atau 2 hari dari rumah. Terus jangan coba share pengalamanmu dengan komen di bawah ini ya.

Jadi, apa kamu tertarik gabung #TimMager?

You may also like

21 Comments

  1. semoga suatu saat nanti saya bisa kerja di rumah aja. Aamiin…

    1. Amin ya, Mbak. Sejak bisa kerja part-time dari rumah, saya jadi pengen cari kerja yang bisa fleksibel.

  2. Pernah ngerasain juga, tiap pagi grasa-grusu brangkat kantor krn dapet siaran jam 7pagi. Mana rumah mnuju kantor mayan jauh. Kerja di rumah enak, tapi ga enaknya kadang suka malas, krn ga ada pressure ??

    1. Sebetulnya ada Mbak: deadline. Hahaha. Kalau udah mepet deadline, pasti ngegas kerjanya.

  3. Setuju banget sama tulisan ini. Dua bulan ini aku kerjanya lagi di rumah aja. Pas bangun tidur, kayak udah kebiasa aja buat buka laptop (without any burdens, tho). Nggak perlu lagi effort lebih buat mandi, siap-siap dandan rapi, atau ngabisin waktu di jalan gara-gara kejebak macet. Kerja di rumah juga enak, soalnya kalau capek tinggal tidur-tiduran aja di kasur. Hehehe 😛

    1. Iyaa kaan. Lebih bahagia gitu kalo di rumah. Setiap capek, tinggal istirahat bentar terus dah seger lagi. Beda sama di kantor, harus ditahan lama akhirnya di rumah cuma istirahat doang.

  4. Nomor 1 dan 2 membuatku menetapkan menjadi #TimMager!

    1. Yeay! *high five*

  5. Suka banget sama tulisan ini, sepertinya akan coba dalam 2 bulan kedepan. Kasih masukan dong supaya walaupun kerja dari rumah tapi gak malah jadi mager dan keasikan santai di kasur. karena mager itu sih yg jadi musuh pas ada kerja dari rumah…

    1. Hai, Mbak Fienna. Salam kenal ya.
      Pertama, aku punya satu buku kecil yang kupakai buat mencatat semua pekerjaan yang harus kuselesaikan. Aku memastikan mencatat semua kerjaan minimal malam sebelum dilakukan. Sering-sering nengok buku itu bikin produktif kok. Sebaliknya, kalau nggak ditengok pasti keteteran karena berasa ga ada kerjaan. Kedua, coba buat awal-awal pakai Pomodoro. Intinya, selalu breakdown pekerjaan jadi target-target kecil. Jadi nggak akan terlalu membebani. Ketiga, pastikan selalu duduk di kursi ketika mengerjakan. Kalau sambil tiduran di kasur, pasti males. Keempat, sering bergerak dan banyak minum air putih. Kelima, kasih reward ke diri sendiri setiap target selesai atau ketika sedang lelah. Entah itu minum teh, nonton video di Youtube, mainan hewan peliharaan. Kalau bisa hal yang menjauh sejenak dari pekerjaan.

  6. Nggak buang waktu di jalan is exactly the whole point, apalagi kalo tinggal dan kerja di Jakarta. Lalu lintasnya bikin mager dari awal kalo mau ke mana-mana. I wish someday aku punya kesempatan untuk bisa kerja dari rumah aja 😛

    1. Semoga lekas kesampaian ya, Mbak. Dijamin langsung kecanduan~ Hehe.

  7. Halo Mbak Imas, salam kenal dari saya yang belum setahun jadi remote worker. Saya setuju dengan ulasannya. Ketika saya ditawarkan untuk ngantor lagi, yang saya tanyakan adalah ‘pulangnya jam berapa?’ dan ketika jawaban dari calon atasan saya sangat lempeng : ‘jam 8 malam’ maka hati saya pelan-pelan memilih untuk tetap menjadi remote worker saja. Bukannya belagu; tapi ya benar, bisa bekerja dari rumah itu candu, terlebih untuk ibu-ibu beranak dua seperti saya 🙂

    1. Salam kenal juga, Mbak Nina. Semoga kedua anaknya sehat selalu. Wah, Mbak remote working-nya tetap di bawah kantor lama atau cari baru? Sepupu saya akhirnya keluar dari tempat kerjanya karena harus mengurus bayi kembar. Sekarang belum umum ya Mbak, pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah 🙁

  8. ‘ngga buang waktu di jalan’ ini yang aku setuju banget, apalagi aku dulu sempet ngantor di jakarta. pulang pergi ditotal bisa 4 jam sendiri. untung tiap bulan dulu ada jatah work from home, tetep aja berasa tua di jalan. 😛

    1. What? 4 jam? :O Bayangin aja dah bikin lemes.

  9. haduhh,, mbak imas, you know what, number 1 aku banget mbak.tiap hari laju dari klaten ke jogja. tapi mau gimana lagi, aku masih butuh kerjaan ini, meskipun bukan pekerjaan yang aku pengen. hhu
    kalo boleh tahu mbak imas orang mana?

    1. Semangat, Mbak! Toh semua akan resign pada waktunya *ups. Saya orang Jogja, Mbak. Tapi perbatasan dekat Magelang. Sudah 1,5 tahun terakhir ngekos karena nggak kuat tiap hari harus bolak-balik rumah-kampus. :'(

  10. Nambahin boleh y mbaa

    Bisa pakai baju apa aja tanpa ada yg ngelarang heheh

    Lebih dekat sama keluargaa

    Seruu, dehh

    Sukses terus, Mbaa

  11. Tulisan yang bagus…membuka fakta selama ini menyelimuti kita,…tengkyu Imas…sukses ya

    1. Terima kasih kembali. Sukses juga, Mas Pratono 🙂

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in adulting